Jakarta (ANTARA) - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Thony Saut Situmorang menilai Pasal 36 pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK layak diterapkan kepada Firli Bahuri.
“Saya pikir penyidik lebih paham soal itu, seperti apa strategi mereka nanti menggunakan pasal ini (Pasal 36). Rekan-rekan media tahu di sini (Polri) ada bekas staf saya dan itu kelihatannya Pasal 36 itu memang harus dipakai,” kata Saut seteah diperiksa sebagai saksi ahli di Bareskrim Polri, Kamis.
Pada pemeriksaan sebelumnya, Selasa (7/10) di Polda Metro Jaya, Saut mengemukakan terkait Pasal 36 UU KPK. Isi pasal tersebut menyebut bahwa pimpinan KPK tidak boleh bertemu dengan pihak berperkara.
Kali ini, pada pemeriksaan yang berlangsung singkat dengan lima pertanyaan, menurut Saut, penyidik memiliki pandangan yang sama terkait Pasal 36 dalam kasus Firli Bahuri.
“Tapi ini mungkin saya boleh salah, saya enggak mau sampaikan fakta, tapi ini penilaian saya. Saya nilai itu (Pasal 36) nanti including (termasuk) aja. Karena itu lebih sederhana, ketika foto Anda ada saja di media itu sudah bisa dikenakan hukum,” kata Saut.
Menurut Saut, penerapan Pasal 36 dalam kasus Firli itu penting untuk kemudian menjadi pengingat kepada siapapun Pimpinan KPK ke depan tidak boleh bertemu sembarangan dengan alasan apapun.
Sehingga, lanjut dia, pegawai KPK menganggap Pasal 36 menjadi sangat krusial untuk diterapkan agar siapapun di KPK memperhatikan pasal tersebut.
“Karena pintu korupsinya pertama di pasal itu. Kenapa pasal itu dibuat, yang menyebutkan dengan alasan apapun tidak boleh ketemu. Jadi saya setuju dengan penerapan pasal itu, ini sudah pasti akan masuk dalam pertimbangan seperti apa penyidik membuat laporannya,” kata Saut.
Untuk kedua kalinya, Saut dimintai keterangan sebagai saksi ahli, pada pemeriksaan kali ini dilakukan setelah penyidik menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka.
Menurut Saut, pada pemeriksaan kali ini dirinya ditanyai terkait prinsip KPK yang dikaitkan dengan pelanggaran yang dilakukan.
“Kalian kan tahu di KPK ada sembilan nilai. Dan itu barangnya KPK dan itu jualan saya ke mana-mana seperti jujur, peduli, tanggung jawab, berani, disiplin, itu nilai-nilai itu dikaitkan dengan yang bersangkutan (Firli) seperti apa,” katanya.
Ia mencontohkan, apabila pimpinan KPK tidak melaporkan LHKPN maka nilai mana yang dilanggar. Hal tersebut dijelaskan Saut dalam pemeriksaan hari ini.
Ia juga menjelaskan terkait fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebagai sensor integriti, sinergi, kepemimpinan, proposionalisme, keadilan. Dari fungsi-fungsi tersebut, dipaparkan mana yang dilanggar oleh Firli.
“Kira-kira saya sebagai saksi ahli ditanya kaitannya seperti apa, itu saja yang ditanya makanya cepat,” kata Saut.
Sementara itu, terkait materi pidana, lanjut Saut, tidak menjadi fokus pertanyaan penyidik.
Namun ia menitikberatkan pada kaitan penerapan Pasal 12 e dan Pasal 12 E menarik untuk dicermati, karena jika ada unsur memaksa dalam kasus tersebut, maka Firli Bahuri dapat dikenakan pidana seumur hidup.
“Nanti kita lihat seperti apa hasil penyidik. Tadi kami fokus terhadap nilai-nilai yang dilanggar di KPK itu sendiri, begitupun dengan Dewas yang tidak mengawasi nilai-nilai itu,” ujar Saut.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023