Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka penerima hadiah atau janji terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Lampung periode 2004, Izederick Emir Moeis (IEM), di rumah tahanan (rutan) Guntur.

"Penahanan dilakukan di rutan Jakarta Timur cabang KPK di Guntur untuk 20 hari," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis.


Menurut dia, penahanan dilakukan setelah penyidik KPK memeriksa dia terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan dengan penerimaan hadiah atau janji terkait pembangunan PLTU Tarahan 2004.


Emir Moeis, yang keluar dari gedung KPK sekitar pukul 16.15 WIB dengan rompi tahanan KPK tersampir pada badannya, tidak menyampaikan komentar apapun mengenai kasusnya.

Johan menjelaskan, tersangka disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menurut pasal tersebut, penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun sampai 20 tahun dan denda sampai Rp1 miliar.

KPK menduga Emir Moeis menerima suap 300 ribu dolar AS dari PT AI (Alsthom Indonesia) yang perusahaan induknya berada di Prancis terkait proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung 2004.

Ketua Komisi XI DPR tersebut juga sudah dicegah oleh KPK yaitu pada 23 Juli 2012 dan diperpanjang pada 17 Januari 2013.

Johan mengatakan, KPK sudah bekerja sama dengan penegak hukum di Amerika Serikat untuk mengungkap kasus tersebut.

"Terkait upaya KPK meminta keterangan kepada sejumlah orang asing karena saksi tersebut adalah warga negara asing dan tidak berdomisili di Indonesia," tambah Johan.

Ia juga menjelaskan kasus tersebut masih terus dikembangkan dan tidak berhenti hanya pada Emir Moeis. "Mengenai pemberi suap, penyidik sudah memperoleh informasi," ungkap Johan.

Namun menurut Johan, bila pemberi suap adalah warga negara asing dan berdomisi di luar negeri maka tidak akan dapat dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi Indonesia.

"Belum pernah WNA dan orang yang berdomisili di luar Indonesia dijerat dengan UU Tipikor, bila hal itu terjadi maka KPK akan menggunakan mutual legal assistant (MLA)," ungkap Johan.

Sementara pengacara Emir Moeis, Yanuar P Wasesa setelah menemani pemeriksaan Emir mengatakan KPK tidak menemukan fakta bahwa Emir menerima suap.

"Omong kosong kalau mereka (KPK) menemukan fakta dalam pemeriksaan Pak Emir, tidak ada, hanya tanya jawab satu jam," kata Yanuar.

"Kalau lembaga semacam KPK diberi kewenangan besar, sampai-sampai tidak ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jadi seperti ini, pimpinan KPK kadung malu sudah menetapkan sebagai tersangka, mereka malu melimpahkan ke kepolisian, akhirnya Emir Moeis ditahan," tambah Yanuar.

Namun menurut Johan KPK sudah memiliki alat bukti terkait Emir.

"Seseorang ditetapkan sebagai tersangka karena sudah punya dua alat bukti yang cukup atau bahkan lebih, tapi tetap ada saksi-saksi yang masih harus dibuktikan," ungkap Johan.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013