"Potensi kerugian kami besar, sebagai gambaran pendapatan tahun lalu Rp23 triliun seperlimanya adalah `international business` yang mempertanyakan kejelasan soal kontrak akibat kasus ini," kata President Director & CEO PT Indosat Tbk. Alexander Rusli di Jakarta, Kamis.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mengalami banyak kontrak yang tertunda termasuk ada perusahaan rekanan yang akan mengundang mitra investor di bidang telekomunikasi dengan nilai kerja sama sebesar 300 juta dolar AS.
"Itu hanya dua contoh, masih ada bisnis turunan yang juga terdampak karena kami link dengan perusahaan jasa telekomunikasi lain di Indonesia," katanya.
Menurut dia, itu belum termasuk kerja sama pembangunan hub kabel bawah laut dan peralatan telekomunikasi yang sebagian besar dari luar negeri dimana Indosat sebagai bagian dari ekosistem global.
Ia menambahkan, dalam keseharian hal yang menjadi perhatian dalam kasus tersebut pada dasarnya adalah perusahaannya sebagai perusahaan jasa telekomunikasi memiliki keterhubungan bisnis dengan perusahaan nasional lain.
"Mereka semua pertanyakan kontrak, ini kondisi riil di lapangan," katanya.
Alex menambahkan, sebagian besar perusahaan itu mempertanyakan soliditas kontrak karena mereka merasa khawatir dengan kelangsungan kontrak bersama perusahaannya.
Namun pihaknya tetap optimistis target pendapatan tahun ini berkisar Rp24 triliun-Rp25 triliun akan tetap tercapai meski kasus tetap berproses.
Pihaknya menilai industri telekomunikasi Indonesia semakin tidak pasti setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memutuskan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto bersalah atas kasus perjanjian kerja sama IM2 dan PT Indosat.
Atas kesalahan itu, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider tahanan tiga bulan.
Selain itu PT IM2 turut dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun paling lama dalam satu tahun sejak putusan dijatuhkan.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013