Tidak ada pilihan lain selain mengundurkan diri
Luksemburg (ANTARA News) - Perdana Menteri Luksemburg Jean-Claude Juncker pada Rabu menyatakan akan mengundurkan diri karena skandal yang melibatkan badan intelijen negara SREL.
Juncker dituduh mengetahui tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh SREL.
Juncker akan menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada kepala negara pada Kamis setelah rapat kabinet.
Keputusan tersebut diambil setelah rekan juniornya dari partai Sosialis mendesak pembubaran parlemen dan pemilu lebih awal.
"Tidak ada pilihan lain selain mengundurkan diri," kata Juncker.
Meskipun baru berusia 58 tahun, Juncker telah menduduki jabatan sebagai perdana menteri selama 18 tahun atau yang telama di Eropa.
Di benua tersebut, dia juga telah delapan tahun mengabdi sebagai kepala kelompok menteri keuangan zona Eropa.
Dalam sebuah drama politik yang jarang terjadi di Luksemburg, parlemen negara tersebut menuduh Juncker telah dengan sengaja membiarkan SREL melakukan serangkaian pelanggaran hukum seperti penyadapan telepon ilegal dan korupsi dari tahun 2003 sampai 2009.
"Badan intelijen bukan merupakan prioritas saya. Saya berharap Luksemburg akan dipimpin perdana menteri yang melihat SREL sebagai prioritas," kata Juncker kepada parlemen.
Pemimpin partai Sosialis, Alex Bodry mengatakan pada Rabu bahwa dia berharap "respons yang kuat" dari Juncker.
"Perdana menteri harus bertanggung jawab bukan karena dia tidak jujur atau tidak kompeten melainkan karena dia telah membuat keputusan yang buruk," kata Bodry.
Skandal yang memaksa Juncker mengundurkan diri itu dimulai pada tahun lalu saat mingguan Luksemburg mempublikasikan transkrip pembicaraan rahasia tahun 2007 antara perdana menteri dengan kepala SREL saat itu, Marco Mille.
Dalam pembicaraan itu, Mille mengungkapkan bahwa stafnya dengan sengaja menyadap pembicaraan Bangsawan Utama (pemimpin negara) Luksemburg dan menyatakan bahwa SREL secara rutin berhubungan dengan badan intelejen Inggris MI6.
Parlemen kemudian menindak-lanjuti publikasi tersebut dan menemukan lebih banyak pelanggaran, yang di antaranya adalah keberadaan 13.000 file rahasia mengenai perusahaan dan penyadapan pembicaraan pengusaha ternama.
"Komisi penyelidikan menyimpulkan bahwa perdana menteri, sebagai kepala intelijen, telah kehilangan kontrol atas SREL. Perdana menteri juga tidak melaporkan kepada parlemen atau penegak hukum atas tindakan ilegal dan penyimpangan yang dilakukan oleh SREL," tulis laporan yang disusun oleh parlemen.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013