Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mencatat 787 kejadian interaksi negatif (konflik) manusia dan satwa liar lindung, seperti gajah, harimau dan orangutan Sumatera terjadi di Aceh sepanjang 2019 hingga Oktober 2023.

"Itu data yang tercatat di BKSDA Aceh, tetapi ada juga data yang tidak tercatat, karena ada beberapa warga sudah bisa menangani secara mandiri, sehingga tidak melaporkan lagi kejadiannya ke BKSDA," kata Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza di Banda Aceh, Rabu.

Gunawan menyebutkan dalam catatan BKSDA Aceh, interaksi negatif manusia dan satwa itu didominasi dengan gajah sumatera mencapai 583 kejadian dalam lima tahun terakhir.

Baca juga: BKSDA turunkan tim atasi gangguan harimau di Aceh Timur

Rinciannya, 106 kejadian pada 2019, 111 kejadian tahun 2020, 145 kejadian 2021, 136 kejadian 2022, dan 85 kejadian pada Januari-Oktober 2023.

"Paling banyak terjadi di Pidie ada 145 kejadian, disusul Aceh Jaya 86, Aceh Timur 67, Aceh Barat 33, Bener Meriah 30, dan Aceh Selatan 27 kejadian," ujarnya.

BKSDA juga mencatat interaksi negatif manusia dan harimau sumatera sebanyak 113 kejadian dengan rincian 9 kejadian pada 2019, 39 pada 2020, 33 kejadian 2021, 20 kejadian 2022, dan 12 kejadian pada Januari-Oktober 2023.

Ia menyebut interaksi manusia dan harimau sumatra tersebut paling sering terjadi di Aceh Selatan, tercatat 38 kejadian, lalu di Aceh Timur 14 kejadian, dan 10 kejadian di Subulussalam.

"Kalau kita lihat dari data memang tinggi di Aceh Selatan, apalagi sering akhir-akhir ini terdengar kabar kemunculan harimau di pinggir jalan, sebenarnya itu kebiasaan harimau betina yang sedang beranak untuk menghindari harimau jantan," katanya.

Selanjutnya, interaksi negatif orangutan juga terjadi di Aceh, tercatat ada 91 kejadian dalam lima tahun terakhir. Yakni, 29 pada 2019, 23 kejadian 2020, 22 kejadian pada 2021, 8 kejadian pada 2022, dan 9 kejadian pada Januari-Oktober 2023.

Kejadian paling tinggi terjadi di Aceh Selatan, yakni 35 kejadian, lalu 28 kejadian di Subulussalam, 12 Aceh Tamiang, dan 10 kejadian di Aceh Tenggara.

Baca juga: Khawatir dirusak gajah liar, petani di Aceh percepat panen padi

Baca juga: BKSDA evakuasi orangutan dari kebun sawit di Subulussalam

Dalam kesempatan ini, Gunawan menyampaikan BKSDA Aceh telah melakukan berbagai upaya untuk menghindari terjadinya konflik manusia dan satwa lindung, antara lain yang sudah dilakukan adalah pemasangan kalung GPS Collar sebagai sistem peringatan dini (early warning system) pada 18 perwakilan kelompok gajah liar.

Namun, sejak Juni 2023, kalung GPS Collar yang telah dipasang terpaksa dilepaskan kembali, karena satelit yang digunakan pada GPS tidak melintas lagi di Indonesia, sehingga harus menggunakan GPS Collar yang terbaru.

"Saat ini kita sedang membeli beberapa GPS lagi untuk memantau pergerakan gajah agar tidak terjadi interaksi negatif," kata Gunawan.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023