Rencananya mulai kita fungsikan Januari (2024). Sekarang sedang mendekati selesai, kami sedang siapkan ada bed-nya, ada lemari, dan ada televisi-nya
Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta memaksimalkan penanganan dan pendampingan terhadap korban berbagai bentuk kekerasan dengan menyediakan rumah aman.
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Sarmin di Yogyakarta, Rabu, mengatakan rumah aman di Kota Yogyakarta mulai efektif difungsikan pada Januari 2024.
Baca juga: Kepolisian di NTT perketat pengawasan pelabuhan laut cegah TPPO
"Rencananya mulai kita fungsikan Januari (2024). Sekarang sedang mendekati selesai, kami sedang siapkan ada bed-nya, ada lemari, dan ada televisi-nya," kata Sarmin.
Dia menuturkan rumah aman berlaku sama untuk seluruh korban, baik perempuan, laki-laki, maupun anak. "Kami tidak membatasi baik untuk laki-laki maupun perempuan," ujar dia.
Mengacu data Sistem Informasi Gender dan Anak (Siga), Sarmin menyebut kasus kekerasan di Kota Yogyakarta hingga akhir Oktober 2023 tercatat sebanyak 217 kasus, sedangkan khusus untuk Oktober tercatat 23 kasus.
Dari 217 kasus tersebut, 186 kasus dialami perempuan dan 31 sisanya dialami laki-laki, dimana 64 korban dari total keseluruhan masih berusia anak-anak terdiri 24 laki-laki dan 40 perempuan.
Bentuk kekerasan yang dialami para korban beragam, mulai dari kekerasan fisik, verbal, perundungan, hingga kekerasan seksual.
Meski selama ini kasus kekerasan sebagian besar dialami kaum perempuan, Sarmin menjelaskan kekerasan juga bisa dialami oleh laki-laki.
Baca juga: Polri selamatkan 3.000 pekerja migran dari TPPO
"Bisa jadi pelakunya sesama laki-laki juga bisa, atau pelakunya dari istri juga ada," ujar dia.
Menurut Sarmin, ratusan kasus kekerasan itu sebagian telah diselesaikan secara kekeluargaan, dan sebagian lainnya dilanjutkan ke ranah hukum.
Dia mengklaim tingginya data kasus kekerasan di Kota Yogyakarta seiring upaya sosialisasi dan edukasi yang terus digencarkan sehingga kesadaran masyarakat, khususnya korban kekerasan untuk melapor meningkat.
Terbitnya Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekersan Seksual (TPKS) juga dinilai banyak berkontribusi meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kekerasan di sekitarnya.
"Stigma terhadap korban kekerasan memang masih ada. Justru tujuan kami melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat secara langsung untuk menghilangkan itu karena kalau nanti yang mendominasi perasaan malu melapor, itu akan menjadi bom waktu," ujar dia.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogyakarta Udiyati Ardiani menambahkan rumah aman utamanya diperuntukkan bagi korban-korban kekerasan yang perlu segera mendapat perlindungan.
"Misal pelakunya dari keluarga sendiri, itu bisa kami langsung masukkan ke rumah aman," ujar Udiyati.
Selain perlindungan, menurut dia, terutama bagi korban anak akan diberikan pendampingan serta penguatan psikologis sehingga diharapkan tidak menjadi pelaku serupa di kemudian hari.
Berdasarkan prosedur operasi standar (SOP), kata dia, perlindungan terhadap korban kekerasan di rumah aman akan berlangsung selama tujuh hari, dan apabila masih membutuhkan perlindungan akan dilanjutkan di balai rehabilitasi milik provinsi DIY.
"Ini kan sifatnya shelter ya, beda dengan balai rehabilitasi. Jadi selama dia di rumah aman, kalau dia masih perlu perlidungan kita berjejaring dengan balai-nya DIY, sambail kami dampingi," kata dia.
Baca juga: Disnakertrans bantu kepulangan jenazah pekerja migran asal Cianjur
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023