Data di asuransi jiwa ini mungkin cukup banyak, tapi tidak pernah terkumpul dalam satu tempat.

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebut integrasi data menjadi salah satu syarat utama penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam kerja perusahaan asuransi.

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa pentingnya integrasi data dalam penerapan AI, menyusul teknologi tersebut membutuhkan data dalam jumlah besar dan terintegrasi untuk menciptakan algoritma-algoritma tertentu yang dapat membantu kerja perusahaan serta kemudahan masyarakat dalam bernasabah.

"Penerapan AI itu butuh data yang begitu banyaknya. Kan AI itu belajar dari data yang ada sekian banyaknya, kemudian diolah. Nah data di asuransi jiwa ini mungkin cukup banyak, tapi tidak pernah terkumpul dalam satu tempat," kata Budi kepada wartawan, Rabu.

Lebih lanjut, Budi menuturkan bahwa terdapat 56 perusahaan asuransi jiwa dan enam perusahaan reasuransi di bawah naungan AAJI.

"Perusahaan asuransi A mungkin punya satu juta data, perusahaan asuransi B mungkin punya 500.000 data, perusahaan asuransi C mungkin punya dua juta data, tapi masing-masing semacam pulau-pulau (tidak terintegrasi)," ujar Budi.

Budi menyebut bahwa semakin banyak data yang terintegrasi, maka semakin valid kinerja AI dalam memformulasikan algoritma-algoritma tertentu.

"Kalau datanya nanti menjadi sedemikian besarnya, tiba-tiba data 90 juta orang (misalnya), tentu tingkat validitas pada saat kita membuat algoritma-algoritma untuk AI berbasis pengalaman 90 juta akan lebih sahih daripada berbasis pengalaman dua juta orang di dalam suatu perusahaan," kata Budi pula.

Hingga kini, Budi mengatakan bahwa perusahaan asuransi di bawah naungan AAJI yang berpotensi menerapkan AI adalah perusahaan asuransi global. Hal tersebut berkaitan dengan basis nasabah mereka yang banyak dan tersebar di seluruh dunia.

"Nah mungkin yang akan memulai duluan sebagian anggota kami yang perusahaan global, karena di Indonesia (perusahaan tersebut) mungkin cuma punya juta orang nasabah (data), tapi ketika digabung dengan nasabah mereka dari negara-negara lain mungkin mereka punya 50 juta nasabah sebagai basis," ujar Budi lagi.

Selain integrasi data, kata Budi, syarat lain yang menurut Budi tidak kalah pentingnya adalah dana dan sumber daya manusia.

"Itu pastinya peluang yang sangat amat besar (penerapan AI). Tapi sejujurnya saat ini belum banyak perusahaan asuransi Indonesia yang menerapkan itu, karena pertama tentunya butuh dana," ungkap Budi.

Menurut Budi, hal tersebut menyusul wacana bahwa pemerintah akan menaikkan syarat modal minimum perusahaan asuransi.

"Jangan lupa juga ada wacana dari regulator untuk menaikkan syarat modal minimum. Jadi ya kalau modal ditambah, terus investasi juga buat ini buat itu, tentu perusahaan asuransi butuh perhitungan," kata Budi.

Selain dana dan AI, kata Budi, sumber daya manusia (SDM) juga sangat dibutuhkan untuk penerapan AI dalam kerja perusahaan asuransi.

"Tapi di luar dana juga butuh 'resources' kan, orang-orang yang sungguh-sungguh sudah mampu di industri ini (asuransi) untuk mengembangkan AI," kata Budi.
Baca juga: AAJI: Pendapatan industri asuransi jiwa mencapai Rp162,87 triliun
Baca juga: AAJI: Penempatan investasi asuransi jiwa pada SBN capai 30 persen

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023