Awalnya memang ada perbedaan kode Harmonized System (HS) yang membuat urusan kontainer ekspornya menjadi lama

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan melalui Kantor Bea Cukai Priok akan mengagendakan audiensi dengan pihak eksportir UMKM yang sempat viral di media sosial karena gagal melakukan ekspor dan terkena tagihan Rp118 juta.

Adapun Kantor Bea Cukai Priok selaku Kantor Bea Cukai yang menangani ekspor telah berkomunikasi dengan pihak eksportir dan akan dilakukan audiensi untuk langkah selanjutnya, termasuk dengan pihak Tempat Penimbunan Sementara (TPS) untuk mengkomunikasikan terkait jumlah biaya yang timbul.

"Awalnya memang ada perbedaan kode Harmonized System (HS) yang membuat urusan kontainer ekspornya menjadi lama," ujar Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu Padmoyo Tri Wikanto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Pria yang akrab disapa Tri Wikanto tersebut mengatakan pihak Bea Cukai telah mengklarifikasi permasalahan tersebut, dimana UMKM yang gagal melakukan ekspor bernama CV Borneo Aquatic.

Pelaku usaha melakukan ekspor dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) nomor 593978 pada 20 September 2023, diberitahukan 39PK, Drift Wood S (Syzygium Rostratum, dan seterusnya sesuai pemberitahuan.

Pada 23 September 2023, diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) yang berisi indikasi salah pemberitahuan, dugaan adanya jumlah/jenis barang lain yang tidak diberitahukan pada PEB, dan terdapat kesalahan kode HS untuk menghindari ketentuan larangan/pembatasan.

Bea Cukai pun melakukan pemeriksaan fisik barang serta uji identifikasi ke Balai Laboratorium Bea Cukai Kelas I Jakarta. Hasilnya, jumlah dan jenis barang sesuai dengan pemberitahuan serta barang tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan, namun klasifikasi pos tarif atau kode HS kurang tepat.

Atas eksportasi tersebut, kata dia, dilakukan penanganan lebih lanjut yakni pembatalan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Permohonan pembatalan PEB yang telah dilakukan sejak diterima pada 7 November 2023 mendapatkan hasil penolakan (reject) berkali-kali.

Kendati demikian, Bea Cukai menegaskan bahwa aturan larangan atau pembatasan yang menjadi dasar pemeriksaan yaitu komoditas yang diekspor oleh CV Borneo Aquatic, bukan karena subjek, dalam hal ini eksportir.

Setelah pembatalan PEB, eksportir dapat melanjutkan kembali proses ekspornya setelah melakukan pembetulan dan dapat mengajukan kembali PEB setelah penyelesaian biaya yang timbul pada proses sebelumnya, yakni dengan pihak TPS.

Pihak eksportir yakni CV Borneo Aquatic menginfokan bahwa telah mengajukan keringanan biaya ke pihak pelayaran dan akan mengajukan keringanan biaya-biaya timbun ke pihak Jakarta International Container Terminal (JICT). Hingga saat ini, Bea Cukai Priok masih menunggu dua surat permohonan tersebut untuk ditindaklanjuti.

Sebelumnya, viral video pengakuan kesulitan UMKM dalam melakukan ekspor yang diunggah akun X @thechaioflife. Dalam video tersebut, pelaku UMKM mengaku berkali-kali gagal memuat kontainer ke kapal untuk pengiriman pesanan ke Eropa.

Setelah itu, pelaku usaha pun mendadak mendapatkan estimasi tagihan dari armada pemilik kontainer meliputi biaya penundaan dan penahanan (Demurrage and Detention/DND) senilai Rp92,16 juta dan biaya terminal penyimpanan (storage etterminal) Rp26,41 juta, sehingga totalnya mencapaiRp118,57 juta.


Baca juga: Bea Cukai Kembali Asistensi UMKM untuk Ekspor Produk ke Luar Negeri
Baca juga: Bea Cukai Soekarno-Hatta Bantu Kelancaran Pengiriman Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina
Baca juga: Kenali dan Pahami Ketentuan Barang Kiriman Hasil Perdagangan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023