Jakarta (ANTARA) - Hijau, rimbun dan alam indah memukau, menjadi saksi bisu perjalanan panjang pengabdian Khadijah, seorang perempuan yang penuh dedikasi bagi generasi bangsanya. Dia tidak kenal lelah melintasi hutan hujan tropis di pedalaman Pegunungan Meratus untuk mengajar di SD Negeri Juhu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Pegunungan Meratus merupakan sebuah rangkaian gunung yang megah di Kalimantan Selatan. Kawasan ini menjadi panggung bagi alam yang indah luar biasa. Di tengah hutan hujan tropis nan rimbun, terdapat satu desa kecil yang warganya hidup bersama dengan alam, menciptakan harmoni unik antara manusia dan lingkungan.
Desa kecil itu bernama Desa Juhu. Oasis di tengah hutan ini menampilkan kehidupan masyarakat yang berdampingan dengan alam. Rumah-rumah tradisional yang terbuat dari bahan alami seperti kayu dan bambu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Desa ini terletak di lereng Gunung Besar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Di pelosok desa ini terdapat sebuah sekolah kecil berdiri dengan teguh di tengah desa, yang menjadi tempat bagi anak-anak menimba ilmu yang dinaungi rindangnya aneka pepohonan.
Sebuah desa terpencil dan damai itu menjadi saksi perjalanan penuh dedikasi seorang guru bernama Khadijah. Wanita berusia 53 tahun ini mengabdikan diri demi masa depan yang cerah bagi anak-anak yang tumbuh di desa tersebut.
Dia rela menempuh perjalanan 15 jam setiap menuju ke Desa Juhu, tempat dia mengajar. Berjalan di tengah rimba bak berjalan di jalan yang ramai, tak ada rasa takut di hatinya. Ia menuju ke desa itu, terkadang berempat namun terkadang pula berdua dengan seorang porter atau tenaga pengangkut barang.
Pengabdian Khadijah di desa terpencil di Kecamatan Batang Alai Timur, itu bukan waktu yang singkat. Ia sudah memantapkan hatinya menjadi seorang tenaga pendidik sejak 23 tahun yang lalu.
Khadijah bukanlah seorang guru biasa. Pada tahun 2001, dia memulai perjalanannya sebagai pionir pendidikan di Desa Juhu, Pegunungan Meratus. Ketika itu, desa tersebut belum memiliki akses pendidikan yang layak.
Dia tergerak, terpanggil untuk membawa sinar pendidikan ke desa itu demi membantu anak-anak setempat memahami dan mendapatkan ilmu pengetahuan yang memadai.
Menyusuri hutan
Langkah demi langkah berawal dari desa bernama Kiyu desa terakhir yang dapat diakses menggunakan kendaraan bermotor. Khadijah bersama dua orang saudaranya dan satu warga Kiyu yang menjadi porter (pembawa logistik) tengah mempersiapkan diri menuju SD Negeri Juhu. Tas yang berisi buku pelajaran serta pakaian ganti disusun rapi.
Doa dan harapan mengiringi setiap langkah memasuki lorong rimbun pepohonan ditemani suara riuh rendah aliran sungai yang menuntun perjalanannya.
Medan menantang menjadi hal yang dilaluinya. Tanjakan dan turunan curam serta melewati rintangan akar pohon yang menjulang di jalur tanah berbatu, hal biasa dia temui. Meskipun tubuhnya terkadang lelah, tapi senyuman di wajahnya selalu bersinar mengiringi setiap langkah yang ditempuh.
Di tengah perjalanan Khadijah tidak jarang menemui rintangan seperti lintah-lintah yang menempel di kaki, tidak jarang pula bertemu dengan hewan liar yang menjadi salah satu penghambat langkahnya untuk terus menyusuri kawasan hutan.
Di balik medan yang butuh perjuangan tidak ringan untuk menjangkaunya, hutan tropis menyuguhkan pemandangan elok tiada tara. Pepohonan raksasa dan lumut hijau tumbuh dimana-mana, membentuk hamparan hijau yang mengagumkan. Itulah di antara penghilang lelah bagi Khadijah di setiap perjalanannya.
Aroma bunga liar dan tanah basah menemani setiap langkahnya. Keanekaragaman vegetasi yang tumbuh di kawasan Pegunungan Meratus menjadi teman setiap menjejakkan kaki. Mata air segar dari sumber-sumber sungai kecil, tidak jarang mengundang untuk singgah sejenak dan meresapi keaslian alam.
Perjalanan melintasi Pegunungan Meratus bukan hanya perihal fisik, tetapi juga spiritual. Khadijah melewati sungai-sungai kecil, meniti jalur berliku, dan menembus hutan lebat dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan anak-anak desa dari belenggu kemiskinan.
Khadijah tampil dengan semangat penuh. Tangannya yang kasar akibat meraba ranting dan batu di hutan, sekarang bertransformasi menjadi penyambut hangat untuk para muridnya.
Dukungan Keluarga
Perjalanan panjang Khadijah sebagai guru di Desa Juhu, yang berada di tengah hutan Pegunungan Meratus, tidak hanya ditandai oleh dedikasi pribadi, tetapi juga dukungan luar biasa dari keluarganya.
Selama 23 tahun, keluarga Khadijah telah menjadi pilar utama dalam kesuksesannya membawa pendidikan ke desa terpencil tersebut. Keluarga Khadijah tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga terlibat secara aktif dalam setiap tahap perjalanannya. Suaminya selalu menjadi pendengar setia ketika Khadijah membagikan tantangan dan kebahagiaan dari kelas-kelasnya.
Pada saat-saat sulit, ketika cuaca buruk atau akses sulit di hutan Pegunungan Meratus menjadi tantangan, keluarga Khadijah selalu memberikan dukungan moral dan semangat. Mereka menjadi sumber kekuatan dan motivasi untuk terus maju dalam menghadapi segala hambatan.
Dedikasi dan kerja sama keluarga Khadijah memberikan warna positif dalam perjalanan panjangnya sebagai guru perintis di tengah hutan Pegunungan Meratus.
Di awal tahun 2001, perjuangan Khadijah tidaklah mudah. Saat itu fasilitas sekolah belum ada. Meski begitu, perempuan keturunan suku Dayak ini bersama Kepala Desa (Pembakal) setempat meminta pertolongan ke Kota Barabai, Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Mereka langsung menghadap Bupati yang saat itu dijabat oleh Saiful Rasyid.
Secercah harapan muncul usai pertemuan itu. Dengan penuh semangat Khadijah bersama masyarakat mengajak dan mencari anak-anak bahkan hingga ke desa-desa lainnya.
Tidak sampai di situ saja, perempuan yang terlahir dari keluarga petani itu masih harus berjuang untuk meyakinkan masyarakat pedalaman Pegunungan Meratus akan pentingnya pendidikan.
Bersama dengan Pembakal Desa mendatangi setiap Aruh Adat (Upacara Adat) di balai setiap desa. Khadijah terus mengajak dan meyakinkan hingga akhirnya terkumpul sebanyak 90 murid kala itu.
Bermodal hal itu, Khadijah kembali menghadap Bupati untuk melaporkan setiap kegiatan bersama Pembakal. Pada 17 Mei 2001, Sekolah Dasar Negeri yang sebelumnya bernama Sekolah Dasar Kelas Kecil Abdurrahman Wahid (Gusdur), sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri Juhu. Pembangunan sekolah tersebut dibantu langsung oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Kabinet Persatuan Nasional), Marzuki Usman.
Khadijah mengungkapkan, saat pertama mengajar rata-rata usia muridnya lebih dari 10 tahun, karena persyaratan utamanya saat itu anak-anak mau sekolah. “Sangat bersyukur mendapatkan murid-murid itu dan sekarang sudah ada menjadi guru seperti saya dan mengabdikan diri di SD ini juga,” ungkap Khadijah.
Guru yang dikenal ramah itu mendapatkan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang menjadi ASN pada tahun 2005. Khadijah kini menjadi Plt Kepala Sekolah Dasar Negeri Juhu.
Khadijah sang perintis pendidikan pedalaman Pegunungan Meratus itu berpesan kepada semua guru yang berada di seluruh pelosok Indonesia. “Untuk para guru yang muda, janganlah mengeluh apabila ditempatkan di pedalaman, apakah itu guru kontrak atau P3K. Apabila dari kota ketika ditempatkan di pedalaman, ilmu yang didapat itu harus disampaikan, karena masyarakat di pedalaman perlu dibuka wawasannya. Dari siapa lagi kalau tidak dari guru demi mencerdaskan anak-anak bangsa,”ucapnya.
Kisah Khadijah yang mendedikasikan hidupnya terhadap pendidikan anak-anak di pelosok negeri ini diharapkan dapat membuka mata banyak orang akan pentingnya memperjuangkan hak pendidikan untuk semua, tanpa memandang kondisi geografis atau kendala yang ada.
Setiap jejak langkahnya di Pegunungan Meratus, Khadijah telah meninggalkan jejak inspirasi yang akan terus dikenang oleh anak-anak desa dan semua orang yang percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah dunia.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023