Untuk mengalahkan ideologi Hamas, Palestina membutuhkan prospek politik yang kredibel untuk menjadi negara
Oviedo, Spanyol/London (ANTARA) - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan tanpa negara Palestina, tidak akan pernah ada perdamaian atau keamanan untuk Israel.

"Dalam sejarah konflik-konflik besar, selalu ada momentum ketika kegelapan situasi justru mengantarkan kepada cakrawala perdamaian. Saya yakin bahwa di luar keterkejutan dan emosi tersebut, kedua bangsa berkomitmen terhadap perdamaian," kata Borrell dalam pertemuan tingkat menteri Uni Mediterania (UfM) di Barcelona, Senin.

Pertemuan yang dihadiri wakil-wakil dari sekitar 40 negara itu bertujuan membahas konflik Israel-Palestina dan mempersiapkan perdamaian di masa depan.

Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares menyusun kerangka kerja yang diharapkannya bisa  disetujui oleh semua negara anggota yang hadir.

Kerangka kerja yang diusulkan Albares mencakup upaya-upaya mengakhiri pertumpahan darah dan memastikan Jalur Gaza diserahkan kembali kepada Otoritas Palestina ketika perang di Gaza berakhir.

"Hamas lebih dari sekadar sebuah organisasi, tetapi sebuah ide, sebuah ideologi. Dan Anda tidak dapat mematikan sebuah ide kecuali Anda bisa membuktikan bahwa Anda memiliki ide yang lebih baik. Untuk mengalahkan ideologi Hamas, Palestina membutuhkan prospek politik yang kredibel untuk menjadi negara," kata Borrell.

Baca juga: China: langkah menuju perdamaian di Gaza kecil, tapi layak diupayakan

Albares mengharapkan perundingan damai yang pasti bisa segera diadakan sehingga masyarakat internasional bisa mendukung agenda tersebut.

"Karena kedua bangsa mempunyai hak yang sama dan sah atas tanah itu, maka mereka harus berbagi (tanah tersebut). Kita perlu membantu mereka menyetujui hal itu. Sendirian, mereka tidak akan mampu," kata Borrell.

Borrell kemudian menyatakan keterkejutan bahwa pemerintah Israel berencana mendanai pembangunan permukiman ilegal yang baru.

Menurut dia, permukiman ilegal adalah "tanggung jawab keamanan terbesar Israel" dan merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

Dalam pidato pembukaannya, para menteri luar negeri Uni Eropa, Arab Saudi, dan Yordania berpendapat perlunya solusi dua negara.

"Kita harus berusaha mengatasi krisis saat ini dan bergerak ke arah rencana perdamaian yang kredibel dan serius. Tidak ada alternatif yang berkelanjutan selain menghidupkan kembali solusi dua negara,” kata Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, yang berbicara atas nama Arab Saudi, Organisasi Kerja Sama Islam, dan Liga Arab.

Baca juga: Warga Palestina mengaku menderita selama ditahan oleh Israel

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menegaskan pilihannya atas perdamaian yang mengartikan negaranya tidak berpihak.

"Perdamaian yang kita cari harus memenuhi hak warga Palestina atas kebebasan dan kenegaraan, dan harus bisa menjawab masalah legitimasi Israel," kata Safadi.

UfM didirikan 15 tahun lalu setelah Perjanjian Oslo dengan semangat perdamaian dan kemakmuran bersama untuk kawasan Mediterania.

“Saat ini realitasnya sudah jelas, bahwa mencapai integrasi dan kerja sama kawasan yang nyata dan efektif hanya dapat dicapai melalui perdamaian yang adil dan abadi bagi Palestina, Israel, dan seluruh kawasan, berdasarkan solusi dua negara," kata Sekretaris Jenderal UfM Nasser Kamel.

Israel, salah satu anggota pendiri UfM, tidak mengirimkan perwakilannya dalam pertemuan yang berlangsung Senin itu.

Baca juga: Tentara Israel akan kembali serang Gaza setelah jeda kemanusiaan usai

Sumber: Anadolu

 

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023