Jakarta, 9/7 (ANTARA) - Upaya eksploitasi berlebihan, degradasi lingkungan dan habitat ikan di laut menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya ikan. Lebih dari itu, kecenderungan beberapa kelompok ikan telah berada pada status fully-exploited yang mengarah ke over-exploited. Keadaan ini mendorong pengkayaan sumberdaya ikan di perairan. Pengkayaan sumber daya ikan dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya, stocking (penebaran ikan), restocking (penebaran ulang) untuk memacu atau mendukung rekruitmen alami, eliminasi predator dan juga rekayasa lingkungan atau modifikasi/manipulasi habitat ikan seperti dengan pembuatan rumah ikan.

Rumah ikan merupakan media yang disusun sedemikian rupa yang ditempatkan di suatu perairan dan berfungsi sebagai area berpijah bagi ikan-ikan dewasa (spawning ground), area perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi telur serta anak ikan (nursery ground). Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan melalui introduksi struktur buatan sebagai area khusus. Rumah ikan ini diharapkan dapat mempengaruhi atau menggantikan sebagian fungsi ekologis habitat alami sumberdaya ikan.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Gellwynn Jusuf, bantuan program pembuatan rumah ikan tersebut didelegasikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dalam bentuk Tugas Pembantuan. Tidak hanya menyediakan media pengkayaan stok saja, DJPT juga melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rumah ikan yang telah ditenggelamkan. Rumah ikan yang telah ditenggelamkan di perairan, harus selalu dipantau secara periodik yakni pelaporan pasca penempatan, dilakukan segera (paling lambat 30 hari) setelah penempatan. “Pelaporan pemantauan ke-1 dilakukan 6 bulan setelah penempatan, pelaporan pemantauan ke-2 dilakukan 12 bulan setelah penempatan dan pelaporan pemantauan ke-3 dilakukan 24 bulan setelah penempatan. “Pemantauan dilakukan untuk memastikan kondisi rumah ikan tersebut dalam keadaan yang baik. Hal tersebut diukur dari apakah terdapat pergeseran, ada atau tidak pembenaman, tinggi pembenaman atau sedimentasi. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap dampak hasil tangkapan maupun dampak terhadap alur pelayaran,” jelasnya.

Dijelaskan, salah satu cara untuk melakukan monitoring tersebut adalah dengan melakukan penyelaman atau melihat kondisi rumah ikan secara langsung. Pengamatan langsung tersebut dilakukan untuk mendeteksi dan mengamati secara langsung kondisi dari rumah ikan. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melalui Direktorat Sumberdaya Ikan mengadakan Coaching Clinic Rehabilitasi Sumberdaya Ikan di Laut Teritorial dan Perairan Kepulauan dalam bentuk bimbingan teknis penyelaman (Scuba Diving) beberapa waktu yang lalu dan akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan Dinas Perikanan dan Kelautan beberapa Provinsi. “Dengan adanya bimbingan teknis penyelaman ini, para petugas yang ada di Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi memiliki kemampuan dalam pengamatan rumah ikan bawah air dengan menggunakan peralatan scuba diving,” ujar Gellwynn.

Kegiatan monitoring, tambah Gellwynn, sangat penting. Upaya ini untuk memantau rumah ikan yang telah dibuat, mendiagnosa apakah rumah ikan tersebut masih sesuai dengan struktur semula sebagai media pemijahan ikan dan keberlanjutan sumberdaya perikanan yang lambat laun semakin menurun. “Selain itu, pemantauan dilakukan untuk mengkaji dan mengukur keragaan dari program pengembangan rumah ikan, sehingga keluaran (output) maupun hasil (outcome) dari program rumah ikan tersebut dapat dikelola lebih efektif,” katanya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013