Jakarta (ANTARA) - Dongeng adalah bagian dari budaya lisan yang menjadi kekuatan kultural di Indonesia.
Bagi mereka yang terlahir di zaman "televisi hitam putih", mendengarkan orang tua mendongeng di malam hari, menjelang tidur, menjadi rutinitas yang menyenangkan. Tentu saja, ketika itu, siaran televisi masih terbatas.
Seiring dengan makin pesatnya perkembangan teknologi media, kebiasaan mendongeng semakin tergusur. Apalagi, baik orang tua maupun anak, sudah memiliki "sahabat-sahabat baru" yang setia bercerita atau mendengarkan cerita mereka lewat berbagai platform media sosial.
Seorang sahabat bercerita, waktu kecil dulu, dia bersama dua saudaranya belum akan tidur kalau ayah mereka belum mendongeng.
Dongengnya bermacam-macam, kebanyakan dongeng versi Jawa, seperti Angling Darmo, Timun Mas, Cindelaras, dan banyak lagi yang lain.
Semuanya diceritakan dalam Bahasa Jawa dan selalu dimulai dengan kata pembuka: "Sak wijining dino... (Pada suatu hari…)”.
Dongeng sang ayah rupanya selalu menarik baginya untuk didengarkan. "Suaranya bisa berubah-ubah, kadang mirip dalang yang pernah saya lihat di TVRI, bahkan terkadang diselipi nyanyian, seperti dalam operet," kenang dia.
Ia bahkan bisa persis menirukan kokok ayam jantan dalam dongeng Cindelaras. "Blek, blek, blek, kukuruyuuuk...jagone Cindelaras omahe tengah alas...."
Dongeng, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh. Berbagai cerita rakyat Indonesia mengisahkan tentang raksasa yang jahat, binatang yang bisa berbicara bahasa manusia, atau bayi yang dilahirkan dari sebuah mentimun berukuran jumbo.
Bahkan, dongeng tentang anak durhaka dikisahkan dalam berbagai versi di beberapa daerah. Dalam versi Sumatera Barat ada kisah Si Malin Kundang, legenda Dampu Awang di Bangka Belitung, atau legenda Batu Laki, Batu Bini di Kalimantan Selatan.
Dongeng versi impor juga mirip, seperti Cinderella, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, Kisah Semut dan Belalang, dan Si Bebek Buruk Rupa, yang menceritakan kesabaran, persahabatan, sifat baik dan buruk.
Kebiasaan mendongeng sejatinya memiliki banyak manfaat. Salah satunya adalah menjalin kedekatan anak dengan orang tua. Hingga dewasa nanti, anak akan membawa kenangan indah tentang kebiasaan orang tuanya mendongeng, sebelum tidur.
Saat mendongeng juga bisa dimanfaatkan untuk menyisipkan nilai-nilai baik pada anak. Dalam cerita rakyat Bawang Merah, Bawang Putih, misalnya, ada banyak pesan moral yang disampaikan.
Bahwa kesabaran dan keteguhan hati akan membuahkan kebaikan, bahwa kita harus bersikap adil dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat, dan perlunya kita memiliki sifat memaafkan.
Ketika cerita rakyat itu didongengkan, interaksi bisa tercipta antara anak dan orang tua.
Mungkin saja anak akan bertanya, kenapa Bawang Putih masih mau memaafkan Bawang Merah dan ibu tirinya, padahal dia sudah diperlakukan dengan tidak adil. Atau, apakah semua ibu tiri itu jahat? Di sinilah orang tua mengambil peran untuk memberikan penjelasan.
Denise E. Agosto, seorang guru besar di Drexel University, Philadelphia, AS, dalam sebuah penelitiannya menyebutkan bahwa kebiasaan mendongeng akan meningkatkan daya pikir kritis anak. Dalam penelitiannya, ia mendongengkan “The Runaway Pumpkin”. Di akhir kisah, seorang anak bertanya, bagaimana bisa sebuah labu bergerak memantul.” Labu, dalam kenyataannya memang tidak bisa bergerak memantul, seperti bola.
Dalam konteks Indonesia, ketika mendengar dongeng Timun Mas, misalnya, jangan terkejut jika ada anak yang bertanya: "Kenapa bayi bisa dilahirkan dari sebutir mentimun? Bukan keluar dari perut ibu?"
Pertanyaan sederhana, seperti, "Ibu, melahirkan itu apa?" bisa saja keluar dari mulut anak dan anak menuntut penjelasan dari orang tua dengan bahasa yang bisa dipahami olehnya.
Oleh karena itulah, psikolog anak Seto Mulyadi menyebutkan bahwa mendongeng adalah bagian dari pendidikan bersama antara anak dan orang tua yang saling mencerahkan. Orang tua pun belajar banyak melalui dongeng, karena pada saat mendongeng anak akan mengajukan pertanyaan dan orang tua harus bisa menjawab pertanyaan itu.
Mendongeng juga diyakini akan mengembangkan daya imajinasi anak, meningkatkan kemampuan bahasa karena anak akan menerima banyak kosa kata baru, dan menumbuhkan kecintaan untuk membaca. Anak juga dilatih untuk fokus mendengarkan supaya ia tidak kehilangan alur cerita, apalagi jika ceritanya menarik.
Hampir 200 tahun lalu, Friedrich Froebel, pencetus gerakan pendidikan taman kanak-kanak, bahkan meyakini bahwa mendongeng merupakan metode ideal penyampaian pembelajaran kepada anak-anak.
Tidak ada batas yang jelas usia anak yang tepat untuk mendengarkan dongeng, namun beberapa ahli menyebut dongeng masih efektif memberi manfaat untuk anak, hingga usia 8 tahun.
Mendongeng juga tidak musti dilakukan saat malam menjelang tidur, tetapi bisa dilakukan kapan saja, saat ada waktu bersantai bersama keluarga.
Di Indonesia, sejak tahun 2015 kita memperingati Hari Dongeng Nasional.
Hari Dongeng Nasional di Indonesia diperingati setiap tanggal 28 November, bertepatan dengan hari lahir sosok multitalenta Pak Raden yang bernama asli Drs. Suyadi. Hari Dongeng Nasional pertama kali dideklarasikan pada 28 November 2015 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Anies Baswedan.
Pak Raden adalah tokoh penting dalam budaya dongeng di Indonesia. Dia dikenal sebagai pencipta karakter legendaris Si Unyil, yang muncul dalam serial boneka populer pada tahun 1980-an. Karakter Pak Raden dalam serial tersebut, digambarkan sebagai pria Jawa berkumis tebal, memakai beskap hitam, blangkon serta tongkat.
Tokoh Pak Raden biasanya muncul ketika Unyil dan teman-temannya melakukan kesalahan, dan dia datang untuk memarahi dan memberi petuah kepada mereka. Dengan cara ini, Pak Raden dan Si Unyil menjadi media yang menyampaikan pesan-pesan sarat nilai.
Hingga akhir hayatnya, Pak Raden terus berpartisipasi, berkontribusi, dan berjuang dalam menghadirkan dongeng di tengah masyarakat.
Hari Dongeng Nasional selayaknya menjadi momentum bagi orang tua untuk kembali menghidupkan tradisi mendongeng pada anak, disamping ikut melestarikan budaya lisan Indonesia.
Oleh karena itu wahai para orang tua, mulailah mendongeng untuk anak-anak. Tidak perlu khawatir jika stok dongeng terbatas. Mari berimajinasi, sebab dalam dunia dongeng imajinasi adalah kata kunci.
Copyright © ANTARA 2023