Jakarta (ANTARA/JACX) – Kemenkes belum lama ini mengatakan menyebar nyamuk Wolbachia secara masif untuk menekan penularan demam berdarah dengue (DBD).
Kemenkes telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue sejak awal 2023. Penyebaran jentik nyamuk wolbachia dilakukan di Kota Semarang, Kota Bandung, Kota Jakarta Barat, kota Kupang, dan Kota Bontang.
Sebuah unggahan Facebook menarasikan bahwa nyamuk Wolbachia ini merupakan buatan individu elite global untuk menguasai dunia. Dalam unggahan tersebut juga dijelaskan kalau nyamuk Wolbachia ini lebih berbahaya disbanding pandemi COVID-19.
Berikut narasi dalam unggahan tersebut:
“Nyamuk WOLBACHIA bikinan Elit Global yg ingin menguasai individu seluruh dunia ,ini akan jadi calon pandemi ke-2 .. SINGAPORE menolak di jadikan Bahan uji Coba ,kenapa Indonesia Mau saja ? Ya alloh apa mau membunuh rakyat Indonesia lagi ? Ini bahaya nya lebih dari covid-19. Bisa menyebab kan penyakit dalam. Sudah di sebarkan di semarang Jakbar Bandung...katanya untuk menanggulangj malaria, pdahal Indonesia sudah lama tidak punya malaria,,dan obatnya pun sudah di SEDIAKAN oleh Elit Global paramachy mau jualan obat lagi... Semoga keluarga kita selalu dalam lindungan ALLOH SWT,”
Namun, benarkah Sebaran nyamuk Wolbachia akan menjadi pandemi kedua dan sebabkan depopulasi?
Penjelasan:
Dalam berkas laporan Pusat Kedokteran Tropis UGM yang dibagikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi kepada ANTARA bahwa Wolbachia juga tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain dan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotic. Peningkatan jumlah nyamuk Aedes Aegypti di area pelepasan hanya terjadi saat periode pelepasan.
Ia juga menyampaikan bahwa penggunaan bakteri Wolbachia dalam upaya pengendalian penularan demam berdarah dengue tidak berpotensi menimbulkan penyakit baru.
"Wolbachia tidak menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan, sudah ada penelitian dan kajian risiko," kata Nadia, dilansir dari ANTARA.
Dokter spesialis penyakit dalam dr RA Adaninggar Primadia Nariswari atau biasa disebut dr Ningz memastikan bahwa penyebaran nyamuk ber-Wolbachia bukan merupakan uji coba yang belum terbukti, karena uji coba dan penelitian tentang bakteri ini telah dilakukan sejak 2011. Dia menyebutkan terdapat sejumlah negara endemis DBD seperti Brazil, Australia, Vietnam, Meksiko, dan Sri Lanka yang juga menerapkan hal yang sama.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk tidak mudah mempercayai sejumlah berita hoaks terkait Wolbachia yang banyak beredar di dunia maya. Kemenkes juga akan terus melakukan upaya dalam memberikan informasi yang baik, tidak hanya dari Kemenkes, namun juga sejumlah pakar dan peneliti.
"Termasuk dukungan dari tokoh seperti Dahlan Iskan yang menulis hal baik soal ini (Wolbachia). Kita ingin setiap orang paham tentang manfaat dari teknologi ini," ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu, dilansir dari ANTARA.
Dengan demikian, klaim sebaran nyamuk Wolbachia akan menjadi pandemi kedua dan sebabkan depopulasi merupakan pernyataan tidak berdasar.
Klaim: Sebaran nyamuk Wolbachia akan menjadi pandemi kedua
Rating: Disinformasi
Cek fakta: Hoaks! Video Menteri Kesehatan promosikan produk pelangsing
Cek fakta: Hoaks! Kemenkes sebut vaksin berdampak pada kualitas sperma
Baca juga: Kemenkes kemukakan alasan Wolbachia baik untuk diterapkan di Indonesia
Pewarta: Tim JACX
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2023