Pojok Baca itu diisi dengan buku-buku cerita yang setiap bulannya berbeda.
Jayapura (ANTARA) - Teriknya panas Matahari tak dihiraukan anak-anak Sekolah Dasar Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, yang berbaris di halaman sekolah. Mereka menunggu Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hafidz Muksin yang akan datang ke sekolah mereka, siang itu.
Tak lama kemudian pejabat yang ditunggu tiba.
"Apakah adik-adik rajin membaca?" tanya Hafidz Muksin sembari menyapa para murid.
"Rajiin...," seru anak-anak dengan antusias menjawab pertanyaan tersebut.
"Apakah adik-adik suka pergi membaca di perpustakaan?" kata Hafidz Muksin lagi.
"Enggak," jawab anak-anak.
"Punya perpustakaan sekolah?," tanya Hafidz, yang kemudian dijawab serentak oleh anak-anak bahwa mereka punya perpustakaan.
Usut punya usut, ternyata penyebab anak-anak tersebut tidak ke perpustakaan sekolah karena perpustakaan sekolah mereka kondisinya tidak memadai dan bangunannya banyak dimakan oleh rayap.
Kedatangan Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Hafidz Muksin ke Sekolah Dasar Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja untuk mengecek penerimaan buku cerita di sekolah tersebut, pengelolaan, dan pemanfaatannya.
Pendistribusian buku cerita merupakan program Merdeka Belajar untuk sekolah-sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Kunjungan ini merupakan upaya monitoring dan evaluasi program Merdeka Belajar dan menjadi masukan bagi Kemendikbudristek untuk bisa melanjutkan program tersebut.
Sekolah Dasar Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja telah menerima lebih dari 1.600 eksemplar buku cerita dengan 116 judul dari Kementerian Dikbudristek pada 2022.
Namun kondisi perpustakaan sekolah yang tidak layak membuat buku bacaan akhirnya tidak disimpan di perpustakaan, tapi sebagian disimpan di ruang kepala sekolah.
Royke Tombokan, sang Kepala Sekolah, berinisiatif untuk membuat Pojok Baca di kelas-kelas.
Pojok Baca itu diisi dengan buku-buku cerita yang setiap bulannya berbeda.
Royke mengatakan adanya Pojok Baca cukup membantu menurunkan jumlah anak yang tinggal kelas.
Dia bercerita sebelum bantuan buku bacaan datang, di sekolah tersebut ada 19 anak tinggal kelas, yang 11 di antaranya belum bisa membaca dan menulis.
Sementara setelah mendapatkan bantuan buku, terjadi penurunan anak yang tinggal kelas menjadi delapan anak dengan empat anak yang belum bisa membaca dan menulis.
Kondisi fasilitas perpustakaan di Sekolah Dasar Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja merupakan cerminan dari masih kurangnya fasilitas pendidikan wilayah 3T di Papua.
Dapat dibayangkan, sekolah tersebut telah berdiri selama 20 tahun dan belum pernah dilakukan renovasi sejak bangunan berdiri.
Pentingnya sinergi antarlembaga
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pun berupaya menggandeng instansi-instansi terkait, salah satunya melakukan pendekatan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk mencari solusi.
Sekretaris Majelis Rakyat Papua Hans Hamadi menyatakan dukungannya.
Majelis Rakyat Papua yang memiliki beberapa Pokja yang salah satunya mengurus bidang adat nantinya akan membahas upaya peningkatan literasi dan budaya baca.
Pokja tersebut juga akan mendorong Gubernur Papua agar mengalokasikan anggaran secara khusus untuk peningkatan sarana prasarana perpustakaan di sekolah-sekolah.
Selain untuk meningkatkan literasi, kunjungan pejabat Kemdikbudristek ke Papua ini juga bertujuan untuk merevitalisasi bahasa daerah di Papua.
Salah satu upayanya, Kemdikbudristek melalui Balai Bahasa Provinsi Papua mengadakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tingkat Papua.
Revitalisasi dilakukan mengingat sebanyak 718 bahasa daerah di Indonesia berada pada kondisi rentan, kritis, bahkan terancam punah.
Saat ini, tercatat ada 11 bahasa daerah sudah punah, di antaranya ada di Papua.
Festival Tunas Bahasa Ibu diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap bahasa daerah dan 'melahirkan' para penutur baru bahasa daerah.
Tak sampai di sini saja, Balai Bahasa Provinsi Papua juga menyelenggarakan Kemah Penulisan Cerita Pendek Berbahasa Daerah.
Para peserta Kemah Cerpen adalah sembilan anak hasil seleksi dari Festival Tunas Bahasa Ibu.
Mereka ini berasal dari sembilan kabupaten/kota, yakni Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Biak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Merauke.
Para peserta dilatih secara intensif selama tiga hari agar mereka mampu menghasilkan cerita pendek berbahasa daerah.
Cerpen-cerpen terbaik nantinya akan dicetak dan didistribusikan ke sekolah-sekolah untuk meningkatkan literasi dan merevitalisasi bahasa daerah.
Teranyar, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merilis 15 judul buku cerita berbahasa daerah.
Dari 15 judul buku, sembilan judul ditulis oleh para peserta Kemah Cerpen. Enam judul diperoleh dengan mencari kisah-kisah inspiratif di Biak, Sentani, dan Merauke.
Buku-buku tersebut baru dicetak 226 eksemplar yang akan didistribusikan ke delapan sekolah pada akhir November 2023.
Jumlah ini tentunya masih jauh dari jumlah buku yang dibutuhkan anak-anak sekolah di Papua.
Tetapi pencetakan dan pendistribusian buku masih terkendala anggaran.
Lagi-lagi, eksistensi Majelis Rakyat Papua sangat diperlukan guna mendukung pencetakan dan pendistribusian buku-buku cerita yang ditulis dalam bahasa daerah tersebut.
Majelis Rakyat Papua juga diminta untuk mendorong Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah yang mendukung pelestarian bahasa daerah.
Upaya ini sangat penting karena untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat Papua tentu tidak terlepas dari literasi.
Dan literasi tidak lepas dari buku bacaan dan membudaya-nya gemar membaca.
Copyright © ANTARA 2023