Jakarta (ANTARA) - Seniman dari Indonesia dan Qatar berkolaborasi memberikan suguhan seni dari kertas melalui pameran “Dialogue of Papers” yang di selenggarakan Years of Culture Qatar Indonesia 2023.
Kurator dan pakar museum senior Years of Culture Qatar Indonesia 2023 Dr. Aisha Al Misnad dalam jumpa pers beberapa waktu lalu mengatakan ide dari eksibisi ini untuk membawa masyarakat Qatar dan Indonesia untuk bersatu dalam sebuah karya seni dengan material alami dari Indonesia dan Qatar.
Aisha menambahkan bahwa inti "Dialogue of Papers" ini adalah komunikasi untuk dua negara melalui kertas dari material alami Indonesia yaitu pohon mulberi dan abaca, dan Qatar dengan pohon palem. Kedua seniman bersemangat menjalani workshop ini untuk membuat karya seni, di mana menampilkan keselarasan dalam seni kertas dan budaya yang kontras antara kedua negara.
Baca juga: Pameran kertas oleh seniman kontemporer Indonesia di Bulgaria
Dipamerkan mulai 25 November hingga 16 Desember 2023 di Taman Ismail Marzuki, pameran ini diselenggarakan sebagai bagian dari Year of Culture Qatar-Indonesia 2023 dan menggali hubungan yang rumit antara kedua negara tersebut melalui media papermaking. Dialog budaya ini digambarkan melalui karya seni kolaboratif yang mempertemukan dua seniman luar biasa yakni seniman Qatar, Yousef Ahmad, dan seniman Indonesia, Widi Pangestu.
Dalam memilih seniman kertas untuk ikut pameran Years of Culture, Aisha mengatakan seniman dengan media kertas banyak di Indonesia, namun pihaknya memilih Widi yang merupakan seniman yang tepat untuk merepresentasikan seni kertas karena memiliki pengetahuan tentang konsep karya seni kertas.
Yousef Ahmad merupakan seniman senior yang menggunakan kertas sebagai media berkreasi memakai bahan dari pohon palem. Sejak awal tahun 1950-an sampai 1960-an, Yousef telah mengembangkan seni kertas ini hingga menjadi pionir seniman yang cukup dihormati di Qatar.
Dalam kolaborasi ini, Yousef mengatakan juga banyak belajar dari Widi yang membawa material pohon mulberry yang kerap dikenal untuk penghasil kertas daur ulang, dan pohon abaca sejenis pohon pisang. Yousef merasakan adanya hubungan spiritual dalam membuat karya ini.
Ia pun merasa beruntung karena bisa memanfaatkan dan memberi nilai pada pohon palem dan menjadikan pohon ini layak sebagai benda yang dipertukarkan budaya di antara negara-negara Muslim yang juga seperti di Indonesia.
“Saya belajar banyak dari Widi terutama mengolah kertas dari abaka dan mulbery di mana kami menggabungkan ide kami dengan bahan dari pohon palem, dari situ kami menciptakan karya,” ucap Yousef.
Ia pun mengaku sangat menyenangkan memiliki pengalaman dan memperkaya hasil karyanya dalam membuat kesenian gabungan bahan dari Qatar dan Indonesia.
Sementara bagi Widi, ini merupakan tantangan baginya karena sebelumnya sulit untuk menentukan bahan apa yang bisa merepresentasikan Indonesia ke dalam karya seni paper making. Hingga akhirnya ia mengangkat mulberry dan pohon abaka yang masih jarang diketahui masyarakat.
Baca juga: Seni ukiran kertas dipamerkan di Jakarta
Ia juga mengaku suhu di Qatar saat workshop cukup panas sehingga butuh waktu untuk menyesuaikan diri terkait pengeringan kertas.
“Buat saya cukup menarik karena saya dan Yousef memiliki cara yang berbeda dalam pemilihan bentuk dalam metode paper making jadi saya banyak belajar gimana kesenian kertas ini bisa sejauh ini dan seluas apa,” kata Widi.
Pameran ini memperlihatkan bagaimana kertas dari pohon palem, mulbery dan abaka menggambarkan cara-cara di mana lingkungan, lanskap, dan iklim yang berbeda telah mempengaruhi kehidupan dan pengalaman orang-orang di Qatar dan Indonesia. Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau yang rimbun dan hijau, memiliki hutan lebat yang dipenuhi dengan tanaman dengan beragam bentuk dan warna.
Kontrasnya sangat mencolok jika dibandingkan dengan Qatar, sebuah semenanjung yang sebagian besarnya dicirikan oleh lanskap gurun, wilayah yang pada awalnya tampak tidak memiliki flora sehingga menghasilkan warna seperti krem dan putih. Namun, gurun tersebut memberikan anugerah kepada pohon palem, yang telah tumbuh subur dalam menghadapi kondisi yang keras dan sumber daya air yang terbatas.
Untuk karyanya, baik Yousef dan Widi menggunakan pewarna alami dari daun maupun kulit pohon, namun untuk beberapa warna seperti hijau yang terang, mereka juga menggabungkan pewarna sintetis untuk mencapai warna yang diinginkan.
Salah satu karya kolaborasi Widi dan Yousef adalah sebuah anyaman dengan benang berbahan pohon palem dan mulberry yang dimaknainya sebagai sebuah seni sulaman sederhana dan dicetak menggunakan saringan dan menghasilkan warna alami bernuansa dominan putih.
Widi menjelaskan tema karyanya ini lebih menggali nilai filosofis dimana menggabungkan kedua identitas material kedua negara dan dihubungkan dengan benang sebagai tanda persahabatan.
“Tidak ada kesulitan menggabungkan kedua material ini karena seratnya mirip-mirip jadi ga ada kendala,” ucap Widi.
Pameran ini juga akan diselenggarakan di Qatar dan akan terus berkolaborasi dengan negara-negara yang memiliki ketertarikan yang sama dengan kesenian kertas sampai akhir tahun 2024. "Dialogue of Papers" diluncurkan sebagai proyek warisan dari Year of Culture Qatar-Japan, sebuah pameran yang diselenggarakan untuk menandai 50 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara.
Pameran berulang ini kini telah menjadi salah satu acara tahunan utama inisiatif ini sebagai residensi bagi seniman internasional dari negara-negara mitra.
Baca juga: Hilangkan stres di rumah hanya dengan selembar kertas dan spidol
Baca juga: Menanti berbuka puasa bersama seni menghidupkan kertas di sekolah alam
Baca juga: Scavenging Stories, pameran tujuh perupa muda pilihan Rob Pearce
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023