Jakarta (ANTARA) - Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing mengatakan para pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat mengatasi isu-isu hoaks dan ujaran kebencian (hate speech) dengan cara membela sesama pesaingnya.
Emrus menjelaskan, terdapat sebuah pola hoaks dan ujaran kebencian yang bertujuan menjatuhkan satu pasangan calon sambil mengangkat citra pasangan lainnya.
Menurutnya, paslon yang diuntungkan dapat mengambil sikap dengan cara menyatakan mereka tidak setuju dengan kabar tersebut dan menyatakan tidak ingin menang melalui cara seperti itu.
"Artinya mereka saling membela, kan begitu. Kalau itu mereka lakukan dengan baik, secara efektif, saya kira isu tentang hoaks, hate speech, akan layu sebelum berkembang," kata Emrus saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Baca juga: AICHR: Perempuan berperan penting atasi ujaran kebencian
Menurut Emrus, hoaks, ujaran kebencian, merupakan sebuah sikap tidak terpuji, karena hal itu merupakan sebuah tindakan komunikasi yang dapat merusak berbagai tatanan, seperti nilai, norma, dan moral, bahkan berpotensi merusak persatuan kita.
Oleh karena itu, ujarnya, apabila ada sebuah upaya komunikasi yang beradab yang dilakukan, maka isu hoaks dan ujaran kebencian dapat layu sebelum berkembang.
Emrus menilai, pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian menjadi semacam tanggung jawab moral dan etika bagi para pasangan calon tersebut. Oleh karena itu, dia menyarankan agar ketiga pasangan calon tersebut dapat bertemu di tempat-tempat sederhana, sepertu warung kopi atau warteg, untuk duduk santai dan mengobrol seminggu sekali.
Dia menilai bahwa pertemuan semacam itu dapat menjadi sebuah komunikasi non-verbal yang menunjukkan bahwa para pasangan calon itu tetap kompak meski bersaing satu sama lain.
Menurutnya, jika berdiam diri saja atau bersikap netral, tidak melakukan pembelaan padahal ada pihak lain yang dirugikan dan yang lainnya diuntungkan, maka hal tersebut sama saja dengan secara tidak langsung menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian itu.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 yang akan segera berlangsung.
Dia menjelaskan, pada pengalaman Pemilu 2019 yang lalu, mayoritas konten hoaks pada pemilihan presiden bersifat provokatif. Adapun konten hoaks Pemilu 2019 terdiri dari 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik.
"Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Heri di Jakarta pada Selasa (21/11).
Baca juga: CWI waspadai penyebaran hoaks dan ujaran kebencian saat pemilu
Baca juga: Pakar: Ujaran kebencian-hoaks disebabkan kurangnya literasi digital
Baca juga: Guru Besar UIN: Hoaks dan Ujaran kebencian ganggu kualitas pemilu
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023