Beirut/Los Angeles (ANTARA) - Jika dulu internet adalah jendela Gaza untuk melihat dunia, maka jendela tersebut kini telah tertutup rapat dan industri teknologi yang baru lahir di Jalur Gaza telah berubah dari inkubator menuju kehancuran dalam waktu enam pekan perang.
Sejumlah orang paling cerdas di Gaza telah tewas akibat pemboman Israel yang biadab, serta sebagian besar infrastruktur digital yang masih baru di Jalur Gaza telah hancur, dan harapan akan masa depan yang lebih baik lenyap.
"(Sektor teknologi) adalah bagian perekonomian yang tumbuh paling cepat dan benar-benar merupakan sektor yang dapat diandalkan oleh warga Gaza," kata Ryan Sturgill, yang pernah bekerja di sektor teknologi Gaza dan sekarang menjadi penasihat perusahaan di wilayah tersebut.
"Ini sebenarnya pertama kalinya internet benar-benar hancur. Dalam semua perang sebelumnya selama bertahun-tahun, internet tidak pernah mati," ungkapnya.
Sebelum Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober, industri teknologi – yang masih muda dan sangat cerdas – telah memberikan janji bagi banyak warga Palestina, mendorong investasi, lapangan kerja, dan masa depan yang lebih cerah jauh melampaui tanah air mereka yang kecil dan terisolasi.
Kini harapan itu telah sirna.
Penyerbuan Hamas mendorong Israel melakukan invasi ke Gaza untuk memusnahkan kelompok militan yang berkuasa di sana sejak 2007.
Pemerintahan Hamas di Gaza mengatakan sedikitnya 13.300 warga Palestina dipastikan tewas dalam pemboman yang telah mengubah sebagian besar Gaza, terutama bagian utara, menjadi dataran kosong.
Bulan lalu, pekerja teknologi Palestina dan pemimpin inovasi Tariq Thabet tewas bersama 15 anggota keluarganya dalam serangan udara yang menghantam apartemen mereka di Gaza.
Thabet adalah manajer senior di inkubator Teknologi UCAS, sebuah pusat inovasi yang didirikan pada tahun 2010 untuk membimbing talenta teknologi Gaza dan mendukung wirausahawan pemula.
"Dia adalah pilar komunitas teknologi," kata Dalia Shurrab, salah satu koleganya yang meninggalkan Gaza menuju Yordania pada 2021.
"Sektor (teknologi) kehilangan seorang tokoh… yang membantu ribuan pria (dan wanita) muda memunculkan ide-ide dan mengubahnya menjadi situs web dan aplikasi seluler. Dia adalah seorang mentor dan pembimbing," kata pria berusia 41 tahun itu melalui sambungan telepon.
Kematiannya menghilangkan bakat sejati di Gaza, kata Sturgill. Pemboman tersebut juga menghancurkan infrastruktur teknologi utama, katanya, serta universitas-universitas di Gaza dan sumber daya manusia yang berharga.
"Fakultas sains yang ada untuk melatih masyarakat sudah tidak ada lagi. Jika orang-orang benar-benar diizinkan meninggalkan Gaza, setiap orang akan meninggalkan Gaza. Setiap orang yang saya ajak bicara akan mati-matian berusaha untuk meninggalkan Gaza," ungkap Sturgill dalam wawancara telepon dari Yordania.
Sektor teknologi di wilayah ini sebelumnya sebenarnya telah tumbuh dengan pesat: sebuah titik terang yang jarang terjadi di negara yang perekonomiannya sangat terbatas.
Hal itu menjadi titik terang bagi wilayah dengan tingkat pengangguran tinggi dan peluang rendah di wilayah yang padat penduduk dan diblokade tersebut.
Dana pemodal ventura Palestina yang disebut Ibtikar – atau inovasi dalam bahasa Arab – didirikan oleh para eksekutif Palestina pada 2016 dan baru-baru ini mengumpulkan pendanaan putaran kedua, dengan total dana sebesar 30 juta dolar AS (sekitar Rp468 miliar).
Grup ini telah mendanai 29 perusahaan rintisan, yang mencakup bisnis pengasuhan ibu terhadap anak dan meditasi, gim, serta kecerdasan buatan.
Menurut laporan Bank Dunia tahun 2021, industri teknologi dan komunikasi Palestina memberikan tambahan dana sebesar 500 juta dolar (sekitar Rp7,8 triliun) ke dalam perekonomian dan menyumbang sekitar 3 persen dari produk domestik bruto.
Tanpa konektivitas, pertumbuhan dan peluang tersebut tidak akan terjadi. Hanya sedikit yang melihat hal itu dapat terjadi lagi sekarang.
"Pengepungan (Israel) dimulai pada akhir 2006 sehingga satu-satunya jendela dunia bagi masyarakat Gaza adalah internet," kata Shurrab.
"Jadi, dengan aset ini… kami bisa belajar banyak hal baru untuk berkomunikasi dengan perusahaan di luar negeri, mencari pekerjaan lepas di luar negeri dan menafkahi keluarga kami," lanjutnya.
Laporan Bank Dunia mengatakan pembatasan impor yang dilakukan Israel membatasi jaringan Gaza pada 2G – jauh lebih lambat dan lebih kikuk dibandingkan generasi penerusnya – dan menggambarkannya sebagai "kendala utama terhadap perbaikan infrastruktur digital."
Hambatan lainnya adalah kurangnya regulasi dan persaingan, menurut laporan Bank Dunia, yang "menunda konektivitas jaringan di wilayah Palestina dan dengan seluruh dunia".
Tingkat pengangguran di Gaza sekitar 45 persen pada tahun 2022, kata Bank Dunia.
Sektor teknologi tidak hanya menghubungkan kota dengan dunia luar, tetapi juga memberi generasi muda tempat untuk mempelajari keterampilan digital baru untuk mencari pekerjaan dan memenuhi kebutuhan hidup, ujar Shurrab.
Sumber: Reuters
Baca juga: Semua layanan komunikasi dan internet di Gaza akan terhenti
Baca juga: Komunikasi dan internet kembali terputus di Gaza
Baca juga: Israel akan cegah Elon Musk sediakan internet di Gaza dengan Starlink
Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023