Sebagai negeri maritim, Indonesia memiliki potensi laut dan perikanan sangat melimpah yang hingga saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Padahal, apabila kekayaan laut dan perikanan bisa dimanfaatkan dan dikelola dengan optimal, tentu akan mendatangkan dampak positif dalam perekonomian.

Laut Indonesia yang kaya akan anekaragam hayati menjadi lumbung pangan masa depan pada saat lahan di darat sudah tidak bisa diandalkan.

Wilayah timur Indonesia, yang memiliki lautan paling luas dibandingkan daerah lain, juga menyimpan potensi perikanan yang melimpah karena merupakan pertemuan arus air dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Karena itu, tak salah apabila Suharto saat masih menjabat sebagai presiden melirik wilayah tersebut sebagai basis perikanan, bahkan diproyeksikan menjadi pusat industri perikanan terpadu.

PT Maritim Timur Jaya (MTJ), salah satu anggota Artha Graha Network, mulai digagas untuk mengelola basis perikanan di wilayah timur Indonesia pada 1995.

Sayang, di tengah pergolakan politik negeri ini pada 1998, PT MTJ belum bisa dikembangkan sebagaimana mimpi semula yaitu menjadi basis industri perikanan terpadu.

Pembenahan

Baru pada 2008, PT MTJ mulai melakukan pembenahan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Pelan tapi pasti sarana dan prasarana sebuah industri perikanan serta pendukungnya mulai dibenahi, diperbaiki dan dibangun.

PT MTJ yang berada di Desa Ngadi, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual, Maluku memiliki fasilitas industri perikanan yang dibangun di atas lahan sembilan hektar dari total luas lahan 160 hektar.

"Kami berkomitmen mengembangkan industri perikanan melalui kerja sama dengan investor asing dan nelayan yang ada di Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan sekitarnya untuk memperkuat ekonomi nasional, khususnya wilayah timur Indonesia," kata Direktur PT MTJ Dipa Tamtelahitu.

Dipa mengatakan PT MTJ memiliki infrastruktur yang cukup lengkap sebagai industri perikanan. PT MTJ memiliki pelabuhan dermaga dengan panjang 330 meter dan lebar 13 meter dengan kedalaman 12 meter hingga 15 meter.

Kawasan industri perikanan terpadu itu juga memiliki tiga tangki penampungan bahan bakar dengan kapasitas masing-masing 500 kiloliter. Selain untuk kapal, bahan bakar yang ada juga untuk empat pembangkit listrik berdaya masing-masing 1,2 gigawatt.

Untuk menangani ikan-ikan yang diperoleh dari nelayan Tual dan sekitarnya, PT MTJ memiliki unit pengolahan ikan berkapasitas 100 ton per hari dan tiga ruang penyimpanan ikan beku berkapasitas 300 ton, 500 ton dan 900 ton.

PT MTJ juga memiliki pabrik es berkapasitas produksi 200 ton. Es produksi MTJ dijual kepada nelayan dengan harga yang terjangkau. Jadi selain membeli ikan hasil tangkapan nelayan, PT MTJ juga memenuhi kebutuhan mereka akan es balok.

Untuk produk-produk olahan ikan, PT MTJ memiliki pabrik surimi dan tepung ikan. Kawasan industri perikanan itu juga memproduksi dan menyediakan ikan beku, ikan kering, ikan asin, ikan asap dan ikan rebus.

Selain menerima ikan hasil tangkapan nelayan, PT MTJ juga memberdayakan masyarakat sekitar untuk membudidayakan rumput laut. PT MTJ akan membeli rumput laut kering dari masyarakat dengan jaminan harga yang tak akan turun saat pasokan melimpah.

Manfaat bagi nelayanSejumlah nelayan di Tual mengaku mendapatkan manfaat dari keberadaan PT MTJ di wilayah tersebut karena seluruh ikan tangkapan mereka menjadi memiliki nilai ekonomi.

"Dulu tidak semua ikan tangkapan bisa kami jual, sehingga terpaksa dibuang. Namun dengan adanya PT MTJ, kini kami tak lagi membuang ikan," kata Lamani (51), nelayan asal Desa Lebetawi, Kecamatan Dullah Utara , Tual.

Lamani mengatakan salah satu ikan yang dulu sering dibuang adalah ikan tembang yang tidak dikonsumsi masyarakat dan tidak bisa dijual karena banyak tulangnya. Padahal, sekali melaut dia bisa saja mendapatkan banyak sekali ikan jenis itu.

Namun dengan keberadaan PT MTJ, kini semua ikan jadi memiliki nilai ekonomi. PT MTJ bersedia membeli semua ikan hasil tangkapan nelayan.

"Meskipun harga ikan tembang belum sebanding dengan kondisi ekonomi, tapi setidaknya bisa menutup biaya operasional yang kami keluarkan," kata Muhammad Gufron (34), nelayan lain.

Sementara itu Direktur PT MTJ Dipa Tamtelahitu mengatakan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan yang tidak bisa dimakan masyarakat diolah menjadi tepung ikan.

"Kami pasti membeli semua ikan tangkapan hasil nelayan, berapa pun jumlah dan bagaimana pun kualitasnya. Jadi nelayan memiliki jaminan hasil tangkapannya pasti terjual," tuturnya.

Dipa mengatakan permintaan tepung ikan di dalam negeri tergolong tinggi. Dengan potensi kelautan dan perikanan yang sangat tinggi, ternyata nilai impor tepung ikan Indonesia juga sangat tinggi.

Jual-beli ikan

Direktur PT MTJ Arif Wijaya Siswanto mengatakan selain menjual ikan-ikan hasil tangkapan, nelayan juga bisa membeli ikan yang sudah diolah di kawasan industri perikanan.

"Jadi misalnya ada nelayan yang sudah menjual ikan kepada kami. Ternyata ada rekanan yang menginginkan ikan tertentu dari nelayan itu. Maka dia bisa mengambil ikan dari kami yang sudah diolah sehingga memiliki nilai tambah," katanya.

Setidaknya dengan adanya PT MTJ, kata Arif, nelayan tidak perlu kebingungan lagi ke mana ikan hasil tangkapannya akan dijual sebelum ikan-ikan itu busuk.

PT MTJ juga telah menyiapkan konsep jemput bola untuk mendapatkan ikan dan rumput laut dari nelayan serta masyarakat. Kapal-kapal pengangkut PT MTJ, akan mendatangi bagan-bagan (penangkapan ikan) milik nelayan apabila dihubungi. Khususnya untuk layanan ambil jemput rumput laut, PT MTJ hanya menerima yang sudah dikeringkan. Namun, PT MTJ tetap menerima rumput lain basah apabila ada masyarakat yang menyerahkan langsung.

Dongkrak perekonomian

Walikota Tual MM Tamher mengatakan keberadaan Kawasan Industri Perikanan Terpadu PT MTJ telah berkontribusi dalam mendongkrak perekonomian daerah dan masyarakat Kota Tual.

"Saya bersyukur PT MTJ mau berinvestasi cukup besar di Tual. Perekonomian daerah dan masyarakat meningkat, lapangan pekerjaan juga ikut tumbuh," katanya.

Tamher mengatakan PT MTJ berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tual hingga Rp500 juta melalui retribusi dari kegiatan perdagangan.

Namun, Tamher mengatakan kontribusi kepada PAD yang cukup besar itu masih kalah penting dibandingkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan yang terjadi karena keberadaan PT MTJ.

Apalah artinya daerah maju dengan PAD besar jika perekonomian masyarakat tidak maju dan rakyat tidak sejahtera. Rakyat adalah yang terpenting daripada PAD, tuturnya.

Tamher mengatakan kondisi geografis Kota Tual yang 98 persen berupa lautan menyimpan potensi yang sangat besar. Karena itu, dia sangat mendukung pengembangan industri perikanan di daerahnya.

"Dari APBD sendiri kami mengalokasikan Rp6 miliar untuk pengembangan perikanan dengan berbagai kegiatan yang dikemas dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Maren atau P2MM," katanya kemudian menjelaskan bahwa kata "maren" berarti gotong royong.

Dengan kondisi geografis yang didominasi lautan, maka sebagian besar masyarakat tinggal di wilayah pantai. P2MM berupaya memberdayakan masyarakat, salah satunya dengan memberikan bantuan peralatan perikanan dan bibit rumput laut. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013