Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, perlambatan ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan China dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia pada 2024.
Faisal menyebut, Amerika dan China merupakan pasar ekspor terbesar bagi Indonesia. Pelemahan ekonomi yang terjadi pada negara tersebut sedikit banyak berdampak bagi permintaan komoditas di Indonesia.
"Di akhir 2022 ada gelombang PHK terutama di tekstil, ini tidak lepas dari kondisi di Amerika setelah inflasi naik luar biasa. Masalahnya industri tekstil dan tekstil ini pasar ekspornya adalah Amerika sehingga kontraksi pada Amerika saja bisa berdampak pada PHK," ujar Faisal dalam "Gambir Trade Talk #12" secara daring di Jakarta, Kamis.
Faisal menyampaikan, ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan hanya tumbuh 1,5 persen pada 2024. Hal ini didasarkan pada konsumsi masyarakat Amerika Serikat yang melambat.
The Fed juga dinilai masih bersikeras mencapai target meredam inflasi hingga 2 persen.
Baca juga: Kemendag catat kenaikan ekspor Oktober didominasi sektor tambang
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China juga diprediksi melambat pada 2024 karena melemahnya permintaan domestik setelah kebijakan zero COVID-19 di akhir 2022 dicabut.
Selain itu, krisis di sektor properti juga dinilai berkontribusi terhadap 25-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Faisal, perlambatan ini berdampak lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Namun demikian, Faisal mengatakan, sejak Indonesia menerapkan kebijakan hilirisasi, ekspor ke China mengalami peningkatan yang signifikan, terutama untuk produk-produk turunan nikel.
"Share ekspor ke China luar biasa tinggi, ini bagus tapi hati-hati dengan masalah ketergantungan ke China. Kita harus diversifikasi ke negara-negara lain," kata Faisal.
Baca juga: Alat kesehatan Indonesia catat transaksi Rp338,9 miliar di Jerman
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023