Kemungkinan ke sana sedang kita dalami, kalau ada ya kita kembangkan,"

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami kemungkinan keterkaitan dugaan pemberian gratifikasi kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum dengan kongres partai tersebut pada 2010 di Bandung.

"Kemungkinan ke sana sedang kita dalami, kalau ada ya kita kembangkan," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam acara silaturahmi media dengan KPK di Jakarta, Jumat.

Dugaan keterkaitan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung dengan Anas yang saat itu terpilih sebagai ketua umum muncul karena dalam pekan ini KPK memanggil sejumlah saksi yang terkait kongres tersebut antara lain manajer Hotel Aston Tropicana Yogi, manager Hotel Garden Permata Bandung Suparman, manager Hotel Aston Primera Pasteur Rosaini serta rekan Anas di Partai Demokrat Saan Mustofa.

Saan usai pemeriksaan pada Selasa (2/7) bahkan mengaku ditanya mengenai embrio pencalonan Anas untuk menjadi Ketua Umum Demokrat dan cara meyakinkan peserta kongres untuk memilih Anas, namun Saan membantah ditanya tentang biaya akomodasi peserta kongres.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan bahwa KPK terus mengembangkan keterangan saksi-saksi tersebut.

"Memang penyidik sedang mengembangkan hal ini terus, tapi setiap keterangan saksi harus diklarifikasi dan dikonfirmasi, jadi yang bisa dilakukan sekarang mengklarifikasi dan mengkonfirmasi keterangan saksi-sanksi," kata Bambang.

Namun Bambang menolak untuk menunjukkan hubungan antara Kongres Partai Demokrat dengan gratifikasi kepada Anas.

"Jawaban yang bisa diberikan KPK mengonfirmasi saksi-saksi untuk membuat utuh kasus Hambalang yang terkait dengan tersangka AU (Anas Urbaningrung)," tambah Bambang.

Sedangkan mengenai penerimaan hadiah dari proyek-proyek lain yang juga disangkakan KPK kepada Anas, Bambang mengungkapkan hal itu juga sedang diklarifikasi.

"Sekarang kami mencari semua kemungkinan yang bisa menjadi dasar, berdasarkan pasal yang disangkakan sesuai sprindik," jelas Bambang.

Namun kemungkinan untuk menahan Anas dalam waktu dekat masih belum dapat dipastikan oleh KPK.

"Prioritas itu bergantung pada kesediaan bukti-bukti, jadi bukan skala prioritas target karena bila ada prioritas menjadi tidak profesional," ungkap Busyro.

Ketua KPK Abraham Samad menambahkan bahwa KPK siap menerima kritik terkait dengan proses penyidikan yang berjalan, termasuk mengenai kasus Anas.

"KPK siap menerima kritikan. yang jelas kita bekerja secara profesional dan `prudence`, jadi kami tidak bisa didesak partai politik, tidak boleh didesak oleh pemerintah, tidak boleh didesak oleh masyarakat, tidak boleh didesak oleh LSM, kami bekerja berdasarkan profesionalisme," kata Abraham

Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B 15 AUD.

Mengenai mobil Harrier, pengacara Anas, Firman Wijaya mengatakan bahwa kliennya memang membeli mobil tersebut dengan cara mencicil dari Nazaruddin pada Agustus 2009, namun Anas sudah menjual mobil itu pada Juli 2010 sehingga persoalan mobil dianggap selesai.

(D017/T007)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013