Jakarta (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendukung penguatan perempuan di Kabupaten Raja Ampat, Papua, lewat pengelolaan sasi laut, salah satu praktik adat untuk mengelola sumber daya alam berkelanjutan yang masih diterapkan di wilayah Maluku dan Papua.

"Pengelolaan wilayah sasi yang baik tentu akan berkontribusi positif kepada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat," kata Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Sasi diterapkan di darat dan laut, yang pengelolaannya dilakukan dengan prinsip pembukaan dan penutupan wilayah kelola dalam jangka waktu tertentu. Selama wilayah sasi sedang ditutup, tidak ada yang boleh mengambil sumber daya alam hingga tiba saatnya dibuka.

Pada program kali ini, YKAN fokus pada kelompok perempuan Zakan Day di Kampung Salafen, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat, yang melaksanakan acara buka sasi laut pada 15 November 2023. Wilayah sasi tersebut telah ditutup sejak satu tahun lalu, tepatnya 29 September 2022.

Masyarakat Salafen akan memanen hasil sasi berupa teripang selama delapan hari, lalu wilayah sasi akan kembali ditutup hingga tahun depan. Kelompok Zakan Day mendapatkan pendampingan pengelolaan sasi berkelanjutan berlandaskan sains, melalui jalinan kemitraan YKAN.

"Sasi merupakan tradisi yang perlu dijaga, karena sangat erat kaitannya dengan kegiatan konservasi. Kami pun mendampingi Zakan Day untuk mengelola sasi secara tepat, untuk menjaga kelestarian biota laut, sehingga dengan begitu, manfaat dari tradisi sasi dapat dirasakan secara terus-menerus," ujar Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN Lukas Rumetna.

Baca juga: Masyarakat Raja Ampat panen teripang hasil konservasi tradisional
Baca juga: Menjaga sumber daya laut di Maluku dengan tradisi budaya sasi

Secara tradisi, pengelolaan wilayah sasi dilakukan oleh laki-laki. Namun, di beberapa kampung Pulau Misool, Raja Ampat, yaitu Kapatcol, Aduwei, dan Salafen, perempuan sudah diberikan kepercayaan untuk mengelola wilayah sasi.

Kampung Salafen sendiri memiliki Kelompok Zakan Day yang beranggotakan 10 orang untuk mengelola wilayah sasi seluas 497,85 hektare, meliputi Tanjung Elket Nilam hingga Je’i Kamku. Hak kepemilikan kelompok ini pun diakui oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemangku adat.

"Perempuan harus berperan penting dalam menjaga alam. Meneruskan tradisi sasi merupakan salah satu upaya kami menjaga alam tetap lestari. Pada prosesnya, kelompok Zakan Day juga melibatkan generasi muda, sehingga harapannya tradisi sasi tidak putus,” kata Ketua Kelompok Zakan Day Serly Widya Dakam Day.

Serly menambahkan, hasil penjualan dari buka sasi tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, kemasyarakatan, serta tabungan pendidikan bagi masyarakat Kampung Salafen. Oleh karena itu, kegiatan sasi yang dilakukan oleh Zakan Day tidak hanya berdampak pada kelestarian alam, tetapi juga membawa banyak manfaat bagi masyarakat kampung.

Proses buka sasi dimulai dengan ibadah di gereja yang dilanjutkan dengan ritual adat untuk memohon izin leluhur agar hasil panen sasi melimpah dan membawa berkah. Setelah prosesi upacara adat selesai, masyarakat menuju wilayah sasi untuk mengambil teripang yang biasa dilakukan dengan menyelam bebas atau disebut molo dalam bahasa setempat.

Warga yang ikut panen sasi harus mematuhi aturan yang telah disepakati, yakni ukuran teripang yang boleh diambil minimal 15 cm dan jika kurang harus dikembalikan ke laut, serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.


Baca juga: Wujudkan keberlanjutan sumber daya ikan, KKP-GEF 6 CFI sosialisasikan sasi label
Baca juga: "Sasi" jadi model konservasi di Teluk Cenderawasih

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023