Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan kepada calon presiden dan calon wakil presiden agar tidak kedap suara untuk mendengar masukan dari kaum Muslimin demi kepentingan bangsa dan negara.

Haedar dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Muhammadiyah Jakarta yang diikuti dalam jaringan pada Kamis, menyatakan bahwa selama ini ada sejumlah Undang-Undang (UU) yang harus ditarik-ulur, diputuskan secara tiba-tiba, sehingga berakhir pada tidak adanya aspirasi dari masyarakat yang tertampung.

"Setiap Undang-Undang (UU) yang dikehendaki, apapun jadi secara kun fayakun, tidak peduli suara Muhamadiyah, Nahdlatul Ulama, dan semua kekuatan masyarakat, padahal kita berkehendak, maka dengarkanlah kami, karena yang kami suarakan itu betul-betul demi kepentingan bangsa dan negara, jangan sampai (pemimpin) kedap suara," kata dia.

Baca juga: Prabowo akan manfaatkan rawa guna capai swasembada pangan

Ia mengemukakan, dalam pandangan Muhammadiyah, Indonesia saat ini tengah mengalami erosi, disrupsi, distorsi, bahkan deviasi dalam kehidupan kebangsaan, yang diukur dari dasar cita-cita kebangsaan.

"Munculnya politik ekonomi bahkan budaya yang serba liberal setelah reformasi, jujur dalam penilaian kami itu tidak sejalan dengan dasar dan cita-cita Indonesia saat didirikan. Oligarki dalam berbagai bentuknya, ekonomi politik terutama, juga tidak sejalan. Bahkan dalam praktik kehidupan kebangsaan akhir-akhir ini, hukum sudah mengalami proses politik," paparnya.

Baca juga: Bacapres Anies paparkan gagasan pembangunan di Silatnas ICMI

Bahkan, menurutnya, dalam konteks demokrasi, masyarakat jadi cenderung tidak berani berkata dan membuat perbedaan, karena ada proses politisasi hukum. Bagi dia, berbagai persoalan-persoalan kehidupan politik ekonomi dan budaya di Indonesia memerlukan rekonstruksi ke depan.

"Dalam konteks ini, kita ingin para calon presiden dan wakil presiden, dapat memotret Indonesia hari ini secara fundamental, dan bagaimana para tokoh bangsa ini ke depan mampu membawa Indonesia sesuai dengan fondasi yang dibangun, mengingat cita-cita, visi, dan misi kebangsaan di tengah konstelasi kehidupan nasional dan global saat ini begitu kompleks," tuturnya.

Baca juga: Dua Bacapres adu gagasan pada Silatnas ICMI di Makassar

Dirinya mengutarakan, apabila ada fondasi kuat yang dibangun oleh para capres-cawapres, maka Indonesia dapat memiliki bingkai dan arah yang jelas, tidak sekadar pada visi-misi presiden semata.

"Jadi ini yang kita kehendaki sehingga Indonesia itu betul-betul ke depan ada bingkainya yang jelas dan utuh. Lebih dari itu tentu kami percaya, kedua tokoh ini (capres-cawapres) ketika rakyat memberi amanat dan mandat, tentu akan berdiri tegak di atas konstitusi dan tidak menyalahgunakannya," ucap Haedar.

Baca juga: Anies minta pesantren dukung perubahan Indonesia

Ia berharap, dialog publik yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah bersama tiga pasangan calon capres-cawapres dapat menjadi wahana bagi Muhammadiyah untuk membuka ruang diskusi, dialog, dan pemahaman, baik di lembaga Muhammadiyah maupun seluruh masyarakat agar dapat memilih pemimpin dengan cerdas dan bertanggung jawab, serta penuh dengan moralitas luhur.

"Kita harapkan dialog ini juga menjadi ruang diskusi dan ajang silaturahmi antarpasangan capres-cawapres dengan kita yang hadir, atau masyarakat luas yang mengikuti acara ini, agar kita betul-betul memahami peta kehidupan kebangsaan hari ini dan ke depan, sehingga kita semakin tahu apa yang dibawa oleh para capres-cawapres untuk memimpin Indonesia," demikian Haedar Nashir.

Baca juga: ICMI ajak tiga bakal capres adu gagasan membangun Indonesia timur
Baca juga: FPCI: Calon pemimpin harus punya ambisi kuat atasi perubahan iklim

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023