Direktur Eksekutif Kemitraan Laode Muhammad Syarif dalam penyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan saat ini sebagian besar kawasan hutan produksi dan hutan lindung masih dikelola pihak swasta serta BUMN, sedangkan masyarakat yang mengelola masih sedikit.
"Pemerintahan baru sebaiknya justru memperluas target luasan perhutanan sosial dan meningkatkan secara signifikan anggaran untuk mengimplementasikannya," kata Laode.
Sejak 2015, pemerintah menargetkan masyarakat bisa mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare melalui program perhutanan sosial. Namun, target yang seharusnya tercapai pada 2024 tersebut kini belum bisa terpenuhi.
Per September 2023, jumlah persetujuan perhutanan sosial yang sudah terealisasi baru mencapai 6,3 juta hektare dari total target 12,7 juta hektare.
Kemitraan memandang program perluasan perhutanan sosial masih layak menjadi program prioritas nasional dalam pemerintahan baru yang nanti terpilih melalui pemilihan umum 2024.
Baca juga: KLHK paparkan tiga topik perhutanan sosial di COP28
Baca juga: Buah manis perjuangan petani Perhutanan Sosial melawan pancaroba
Direktur Program Kemitraan Hasbi Berliani mengatakan perlu ada penguatan kelembagaan dalam implementasi perhutanan sosial.
Menurutnya, praktik mekanisme serta kualitas dan kuantitas pendamping turut menjadi faktor signifikan dalam dorongan keberhasilan program perhutanan sosial di Indonesia.
"Keterbatasan atau minimnya pendamping yang mumpuni menjadikan pelibatan komunitas tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuannya," kata Hasbi.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan program perhutanan sosial mestinya tetap dilakukan oleh pemerintahan baru karena sudah menjadi amanat undang-undang.
Baca juga: Menteri Siti apresiasi pengendalian kebakaran gambut di Jambi
Baca juga: KLHK optimistis selesaikan 8 juta hektare perhutanan sosial pada 2024
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023