Saya berharap intervensi militer tidak untuk mengembalikan kekuasaan militer, tapi untuk menjembatani ketidakpastian yang berlarut-larut di negara itu sehingga militer berperan seperti penengah dalam konteks demokrasi,"

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Timur Tengah dari IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Fuad Mardhatillah berharap kekuatan militer Mesir tidak kembali berkuasa setelah berhasil menggulingkan Mohammad Moursi sebagai presiden pertama hasil pemilihan umum.

"Saya berharap intervensi militer tidak untuk mengembalikan kekuasaan militer, tapi untuk menjembatani ketidakpastian yang berlarut-larut di negara itu sehingga militer berperan seperti penengah dalam konteks demokrasi," kata Fuad kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Fuad mengatakan, ada ketidaksiapan masyarakat sipil Mesir dalam berdemokrasi secara cerdas sehingga membuka peluang bagi militer untuk intervensi dalam proses demokrasi.

Dia melihat masalah yang terjadi di Mesir tidak bisa dihasilkan kesepakatan sehingga militer bisa masuk dalam sistem demokrasi negara itu.

"Masalahnya, masyarakat sipil selalu ada perdebatan dan melihat militer mampu mengambil kesimpulan dari sebuah keadaan," ujarnya.

Dia menilai "Arab spring" yang terjadi di Mesir belum selesai karena proses kehidupan berdemokrasi di negara itu belum tuntas. Menurut dia kebangkitan masyarakat sipil diawali kesadaran bahwa hak-haknya ditindas namun ketika bangkit belum siap untuk mengakomodir kepentingan pihak yang ada.

"Mentalitas rezim otoriter tidak membentuk sipil demokratis tapi sipil yang otoriter, hal itu yang menjadi masalah," tegasnya.

Dia menjelaskan, masyarakat sipil harus memiliki wawasan dalam konteks berdemokrasi yang mampu melihat kepentingan semua pihak. Langkah itu, menurut dia, untuk mencari jalan tengah sehingga bisa menemukan rumusan demokrasi yang substansial dalam konteks kehidupan bersama.

"Dengan peran masyarakat sipil seperti itu diharapkan semua pihak diuntungkan dari keputusan bersama, tidak sekedar rumusan secara kuantitatif namun isinya lebih berbobot," tegasnya.

Fuad mengkhawatirkan peran militer yang besar di Mesir dapat menimbulkan konflik antar-masyarakat sipil, kembalinya kekuasaan militer, dan terjadinya kekerasan secara terus menerus. Menurut dia, apabila kekuatan militer berkuasa kembali maka rezim otoriter seperti zaman Hosni Mubarok akan berkuasa lagi.

Sebelum angkatan bersenjata Mesir menggulingkan pemerintahan Mohammad Moursi dan menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mesir, Adli Mansour sebagai presiden sementara pada Kamis.

Saat ini Moursi ditahan di Kementerian Pertahanan. Ketua dan wakil ketua Ikhwanul Muslimin juga ditahan. Sementara surat perintah penahanan untuk 300 orang anggota Ikhwanul Muslimin sudah diterbitkan.
(I028/Z002)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013