Magelang (ANTARA) - Sudah dua tahun terakhir Romo Kirjito mengamati tingkah polah manuk sriti di kota kecil Muntilan dan dusun-dusun sekitarnya, tempat rohaniwan Katolik itu tinggal.
Bersama kelompok kecil pesepeda, ia rutin menggowes seminggu tiga kali menjelajahi kawasan yang masih relatif berkultur alam perdesaan dan pertanian dengan sajian udara segar terasa tak berkesudahan.
Muntilan, yang diapit Sungai Blongkeng dan Pabelan yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi, salah satu di antara 21 kecamatan di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai daerah kecil dengan segudang catatan sejarah lokal dan nasional, Muntilan termasuk kecamatan paling ramai di kabupaten setempat.
Selain menjaga kebugaran tubuhnya yang sudah berusia 70 tahun, kebiasaan menjelajah kawasan itu dengan bersepeda, sekaligus dimanfaatkan Romo Kir untuk memenuhi hasrat berkelanjutan mengamati burung sriti. Sumber internet, Swallow Bird, dikutip dia bahwa manuk itu sebagai keluarga Hirundinidae.
Pengamatan terhadap tingkah manuk itu dilakukan, baik secara langsung menggunakan indera mata maupun kamera telepon pintar dan kamera digital yang ditranformasi ke perangkat komputernya. Hasil pengamatan terhadap sriti yang kemudian dianalisa dan menjadi media refleksi kehidupan, disebutnya sebagai pengalaman mata.
Jadilah buku setebal 210 halaman dengan judul "Sayap Sayup Sriti". Peluncuran buku itu rencananya di kedai "Cerita Kopi Mukidi" Yogyakarta, Kamis (23/11), bagian dari catatan peringatan usianya 70 tahun dan bagian perjalanan imamatnya selama 40 tahun terakhir.
Pengalaman dua tahun terakhir menjumpai tingkah polah manuk itu, digambarkan antara lain ketika sriti bertengger di berbagai tempat, seperti genting rumah, kabel listrik, tanah berkubang air, dan lanjaran di areal pertanian. Ada pula tentang berbagai manuver terbang sriti, kesibukan membuat rumah, memberi makan anak-anaknya, dan di tengah kesibukan warga bertani.
Sekitar 200 foto tentang sriti dengan berbagai sudut hasil pemotretan ada dalam "Sayap Sayup Sriti". Dosen fotografi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Pamungkas WS dalam catatan terhadap buku itu, menyebut rohaniwan yang cukup lama berkarya bagi umat di kawasan Gunung Merapi tersebut, menggunakan fotografi bukan sekadar merekam gambar, tetapi menjadi media ungkap tentang suatu kebenaran.
Manuk sriti yang oleh kebanyakan orang dianggap berwarna hitam, namun ternyata berwarna-warni, membuktikan bahwa segala sesuatu dianggap benar karena berdasarkan pengalaman dan argumen masing-masing.
Romo Kir hanya memberikan tanda-tanda tertawa ketika hasil kegiatan dua tahun terakhir yang bermuara pada buku itu, dimaknai secara bebas sebagai politisasi sriti karena bertepatan dengan saat ini musim politik pemilu. Buku "Sayap Sayup Sriti" juga terlihat tak mengait-kaitkan dengan politik elektoral.
Dalam ajaran Gereja Katolik, kalangan selibat dan hirarki gereja tidak berpolitik praktis. Namun, mereka tetap bertanggung jawab terhadap umat untuk terus-menerus menyampaikan ajaran moral dan spiritual, termasuk tentang pentingnya dunia politik yang bermartabat, demi kemaslahatan bersama dan keseimbangan jagat raya.
Pemilu mendatang dengan hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024, meliputi pemilihan presiden-wakil presiden dan pemilihan legislator. Pemilu legislatif untuk berbagai tingkatan, yakni DPR, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, serta DPD. Pada 27 November 2024, pesta demokrasi berlanjut dengan pemilihan secara serentak kepala daerah.
Selain telah menetapkan tiga pasangan calon presiden-wakil presiden, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk pilpres, Komisi Pemilihan Umum juga sudah mengumumkan daftar calon tetap untuk pemilihan legislatif di berbagai tingkatan pada pemilu mendatang. Deretan daftar warga yang akan memilih pun telah diumumkan.
Negeri ini sedang menggelar hajatan besar lima tahunan, berupa pesta demokrasi dengan berbagai kesibukan, tantangan, kerumitan, keramaian, dan harapannya. Kiranya tak dipungkiri dalam rangkaian hajatan politik itu, yang ramai mengemuka selama ini berupa panggung pemilihan presiden. Kemajuan teknologi informasi juga telah sering membuat bocor dinamika panggung belakang politik pemilihan.
Terlebih berbagai manuver politik para elite, tudingan kecurangan, dan netralitas aparat menjadikan seantero negeri dianggap gaduh. Kesibukan mereka, termasuk aktivitas komisioner penyelenggara pemilu, untuk menyiapkan segala keperluan agar pemilih memberikan suara dengan tepat dan tidak salah pilih.
Terhadap kesibukan politik itu, seolah-olah seluruh rakyat tekun menonton panggung mereka hari demi hari secara langsung maupun melalui berbagai media dan platform digital. Warga yang baik dan bertanggung jawab terhadap masa depan negeri, memang harus memberikan suara secara benar dan demokratis melalui pemilu. Mereka memang sedang disiapkan untuk ikut pemilihan.
Ketika Rakornas Penyelenggara Pemilu di Jakarta, Rabu (8/11), Presiden Joko Widodo mengatakan pemilu sebagai pesta milik rakyat, sehingga situasi kondusif untuk pemilihan harus terus dijaga agar mereka bergembira mengikuti pesta politik.
Perkembangan demokrasi Indonesia membuat masyarakat saat ini semakin bijaksana menentukan pilihan terhadap pemimpinnya dan semakin dewasa dalam menyikapi perkembangan politik pemilihan. Masyarakat juga terus diperkuat kesadaran untuk memandang persaingan dan perbedaan pilihan politik sebagai hal wajar, sehingga mereka tetap harus mampu menjaga kerukunan bangsa, sebagai nilai kehidupan bersama yang mulia itu.
Kemajuan kehidupan masyarakat didukung dengan perangkat era kemajuan zaman semakin membuat mereka mengerti dan memahami dengan baik tentang pilihan yang tepat, sebagaimana catatan Romo Kir terkait dengan pengalaman mata telah mengubah kebenaran bahwa sriti tak melulu berwarna hitam, namun ternyata warna-warni.
Kemenangan pemilihan, kelancaran dan keamanan pemilu, serta keterlibatan sebesar-besarnya pemilih menjadi bagian penting dari ukuran sukses penyelenggaraan pesta demokrasi untuk kehidupan bangsa dan negara semakin maju, makmur, dan sejahtera.
Memang boleh juga kiranya manuk sriti dengan tingkah polah sayap sayupnya itu, menjadi medium penguatan kesadaran pemilih agar tak salah memberikan suara kepada kandidat tertentu hanya karena telanjur menganggap dia sebagai figur terbaik untuk memimpin negeri.
Sosialisasi ataupun kampanye kandidat sebagai pengalaman inderawi publik, kiranya butuh diperkaya oleh setiap calon pemilih secara merdeka dengan pendekatan lebih intensif agar kelak tak membuat kecewa secara bersama-sama terhadap pilihan.
Pengalaman mata menjadikan warna sriti dianggap hitam. Namun pendekatan intensif membuktikan secara presisi bahwa sriti ternyata warna-warni. Semoga manuk sriti memberi pengalaman politik.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023