Pemerintah perlu memperhatikan fenomena transisi energi di daerah penghasil batu bara agar dampaknya dapat ditanggulangi
Jakarta (ANTARA) - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai mitigasi dampak transisi energi di daerah penghasil batu bara perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.
IESR memandang pelibatan masyarakat terdampak dengan mengedepankan aspek berkeadilan dalam proses transisi energi menjadi krusial sehingga dapat beralih dari sistem ekonomi padat fosil ke ekonomi yang berkelanjutan.
"Pemerintah perlu memperhatikan fenomena transisi energi di daerah penghasil batu bara agar dampaknya dapat ditanggulangi. Saat ini, Indonesia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan proses transisi energi, namun waktunya tidak cukup lama. Jangan sampai saat industri batu bara berakhir, daerah tidak siap untuk melakukan transformasi," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya saat media dialogue bertajuk "Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia: Studi Kasus Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Paser di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
"Pemahaman yang tepat terkait konteks transisi energi di daerah perlu dikuasai oleh pemerintah pusat sehingga dapat melakukan intervensi aktif di daerah penghasil batu bara," lanjut dia.
IESR telah melakukan kajian berjudul Just Transition in Indonesia's Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim dengan lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Studi tersebut menemukan bahwa daerah penghasil batu bara berpotensi berkontribusi terhadap transisi ekonomi menuju energi bersih. Beberapa hal yang menjadi potensi berjalannya transisi energi di antaranya timbulnya kesadaran untuk tidak bergantung pada satu sumber pendapatan daerah saja, seperti hanya pada sektor batu bara, adanya inisiatif perusahaan untuk mengembangkan bisnis di luar batu bara, dan corporate social responsibility (CSR) yang dapat menjadi sumber pendanaan untuk pemberdayaan masyarakat.
Kendati demikian, potensi tersebut belum dapat optimal karena beberapa hambatan seperti terbatasnya kewenangan pemerintah daerah, kurangnya kapasitas keuangan, dan kurangnya infrastruktur kesehatan dan pendidikan.
Kajian tersebut juga menemukan kurangnya diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri di wilayah penghasil batubara. Sebagian besar batu bara yang diproduksi di Paser dan Muara Enim diekspor ke daerah lain dan belum mendorong pengembangan industri di daerah tersebut.
Kajian itu juga mengungkapkan perkembangan industri yang lambat di dua wilayah, terutama di Paser, di mana produk domestik regional bruto (PDRB) industri manufaktur masih lebih rendah daripada pertanian.
Sementara, di Muara Enim, kurangnya peluang ekonomi yang layak juga disebabkan oleh terbatasnya lahan pertanian, terutama perkebunan karet, sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi area konsesi pertambangan.
Oleh karena itu, IESR meminta agar pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan transformasi ekonomi dengan sektor keunggulan di setiap daerah penghasil batu bara.
"Misalnya saja, sektor keunggulan di Kabupaten Paser, yakni pendidikan dan jasa keuangan. Sementara itu, sektor keunggulan di Kabupaten Muara Enim, yakni akomodasi dan jasa makanan karena kinerjanya yang lebih baik dibandingkan dengan daerah sekitarnya," kata Analis Sosial dan Ekonomi IESR Martha Jesica.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Paser Rusdian Noor mengharapkan agar akselerasi transisi energi di daerah penghasil batu bara diiringi dengan dukungan dari pemerintah pusat untuk investasi dan inovasi teknologi.
"PDRB Kabupaten Paser per tahun 2022 untuk membiayai pembangunan daerah sekitar 75 persen dari pendapatan dan disumbang paling besar oleh pertambangan. Transisi energi dengan diversifikasi sektor ekonomi harus mampu memenuhi 75 persen PDRB sehingga kami tidak kehilangan daya dalam melaksanakan pembangunan,” ujar Rusdian.
Senada, Kepala Bappeda Kabupaten Muara Enim Mat Kasrun mengungkapkan agar Pemkab Muara Enim dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan terkait transisi energi dan kewenangan pengembangan energi baru dan terbarukan. Selain itu, ia juga mengharapkan dukungan dari pemerintah pusat seperti diberikan keleluasaan dalam wewenang atau perizinan dalam pengembangan sektor ekonomi baru di daerah.
Baca juga: IESR: Pengakhiran dini PLTU langkah awal kembangkan energi terbarukan
Baca juga: BRIN sebut substitusi biomassa pangkas emisi PLTU batu bara
Baca juga: PLN EPI kaji CBF bagi PLTU antisipasi penurunan cadangan batu bara
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023