Anak kecil itu harus konkret, harus fakta, harus benar-benar melihat, memegang, dan bisa merasakan ... apa itu sapi perah, bagaimana memerah sapi,Jakarta (ANTARA) - Sejak pukul lima pagi, puluhan peternak di Kampung Sapi Perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur, sudah sibuk beraktivitas. Usai salat Subuh, mereka lantas memerah sapi di kandang ternaknya masing-masing.
Hari-hari itu tiada bedanya di Cibubur Garden Dairy, salah satu peternakan yang berada di Kampung Sapi Perah tepatnya di Jalan Peternakan Raya, Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Belasan pegawai Cibubur Garden Dairy atau yang biasa disebut Cibugary sudah menyiapkan alat pemerah untuk dipasangkan ke puting-puting sapi perah yang ada di kandang.
Cibugary yang didirikan oleh Rahmat Albadhori (55) memiliki 60 sapi perah serta beberapa sapi pedet untuk kebutuhan kurban saat Hari Raya Idul Adha.
Sapi perah dengan corak hitam putih, maupun cokelat putih itu diperah sebanyak dua kali, yakni pada pukul 05.00 WIB dan pukul 14.00 WIB.
Berbeda saat siang hari, produksi susu yang dihasilkan sapi saat pagi hari jauh lebih banyak. Hal itu karena jeda waktu pemerahan dari siang hingga esok hari mencapai waktu maksimal, yakni 14 jam.
Dalam satu hari, produksi susu segar dari peternakan itu bisa mencapai 300-400 liter per atau 12.000 liter per bulan. Susu tersebut kemudian didistribusikan langsung kepada konsumen karena kondisi susu yang tidak bisa bertahan lama di suhu ruang.
Rahmat menyebutkan 90 persen produksi dari 300 liter susu segar diolah oleh konsumen, baik dari restoran, kedai minuman, serta dikonsumsi langsung oleh sekolah dan pesantren sekitar kawasan ternak.
Umumnya, susu segar akan diolah menjadi bahan baku kuah soto betawi, es krim, hingga puding susu yang biasa dijual di restoran makanan Turki.
Sementara itu, 10 persen dari produksi susu segar harian akan diolah menjadi produk olahan, seperti yogurt dan susu pasteurisasi yang diberi tambahan rasa.
Rahmat mematok harga susu segar sebesar Rp11.000 per liter, kemudian susu pasteurisasi Rp13.000 per liter yang dapat dikonsumsi paling baik 3-7 hari.
Usaha tersebut memiliki sejarah panjang sejak berdiri sejak 1994, yakni saat peternakan milik Rahmat saat itu masih berada di Kuningan, Jakarta Selatan. Dari hanya memiliki empat karyawan, kini ia bisa memperkerjakan hingga 11 karyawan.
Beternak sapi perah terutama pada tahun 1980-an merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Betawi saat Kuningan, Mampang, dan sekitarnya dikenal dengan sebutan kantong susu Jakarta.
Rahmat mengenang bahwa saat itu Jakarta memiliki populasi 30 ribu lebih sapi perah dengan 2.000 peternak maupun petani di dalamnya.
Dari beternak sapi perah, ia tidak hanya memenuhi biaya hidup, tetapi juga menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi di Turki.
Seiring dengan bertambahnya populasi, kampung sapi perah di Kuningan, Mampang, Warung Buncit dan sekitarnya kemudian direlokasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Lebih dari sekadar menjual susu segar untuk konsumsi harian, Rahmat pun menemukan ide untuk mengembangkan bisnisnya agar semakin dikenal oleh warga Jakarta khususnya, yakni lewat pariwisata.
Edukasi wisata anak
Kebun Susu Cibubur yang kini berganti nama Cibugary, menjadi satu-satunya peternakan di kawasan kampung sapi perah Pondok Ranggon yang didapuk sebagai desa wisata oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta.
Sejak tahun 1996, Rahmat mengembangkan usahanya dari hanya bisnis susu sapi segar menjadi sekolah terbuka yang mengajak anak-anak cara beternak sapi perah dengan cara yang menyenangkan.
Dalam kunjungan eduwisata, anak-anak akan mendapatkan dua pengalaman, yakni kelas terbuka yang berisi pengetahuan tentang sapi perah, pengenalan produk olahan susu, serta membuat yoghurt bersama.
Kemudian, anak-anak juga diajak berkeliling ke kandang sapi perah untuk memberi makan sapi, memerah susu sapi, hingga mencicip susu segar.
Anak-anak, terutama di usia 4-5 tahun, sudah memiliki ingatan yang kuat terhadap kegiatan-kegiatan yang menyenangkan.
Pengenalan sapi perah dan susu segar dari eduwisata itu diharapkan membuat mereka bisa terbiasa minum susu setiap hari, mengingat tingkat konsumsi susu harian di Jakarta yang masih terbilang rendah.
Kepala Sekolah TK Embun Pagi Kota Bekasi, Emi Yulianti, mengatakan kunjungan edukasi ke peternakan tersebut selalu diadakan setiap tahun di sekolahnya.
Pendidikan langsung di alam terbuka bakal meningkatkan kemampuan belajar, baik motorik halus maupun kasar, sehingga anak-anak tidak lagi takut dengan hewan-hewan besar, seperti sapi.
"Anak kecil itu harus konkret, jadi harus fakta, harus benar-benar melihat, memegang, dan bisa merasakan sehingga ia bisa belajar dengan kemandiriannya tentang apa itu sapi perah, bagaimana memerah sapi, dan sebagainya," kata Emi.
Bagi anak-anak TK Embun Pagi, mereka merasa eduwisata ini sangat menyenangkan dan tidak terlupakan.
Salah satu murid TK Embun Pagi, Noval (6), tak sabar segera pulang untuk menceritakan kepada sang adik dan orang tua tentang kunjungannya itu. Ia juga tidak menyangka akan mendapat oleh-oleh yoghurt untuk dibawa pulang dan dibagi kepada sang adik.
Murid lainnya, Adelio (6) juga menceritakan pengalamannya di eduwisata itu yang sedikit menakutkan tapi ternyata menyenangkan, yakni ia bisa memerah sapi dan mencicip susu sapi. Meski bau dan rasanya amis, ia mengaku tetap suka minum susu.
Efek berganda
Cibugary sebagai satu-satunya peternakan yang menawarkan wisata edukasi sapi perah tentu lebih banyak mendapat sorotan dibandingkan peternakan lainnya di sekitar kawasan.
Meski tidak menjuarai kategori di salah satu nominasi Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Cibugary dinilai layak sebagai tujuan wisata di Jakarta untuk anak-anak.
Sebagai ikon wisata di Pondok Ranggon, efek berganda untuk masyarakat sekitar juga turut menyertai. Selain bisa mempekerjakan belasan warga untuk jadi karyawan di peternakan, Rahmat selaku pemilik peternakan itu kini bisa memberdayakan ibu rumah tangga sekitar untuk membuat goodie bag, katering, serta pemandu untuk wisata.
Souvenir sebagai buah tangan hasil kunjungan, seperti kaus dan tas untuk pengunjung, juga dibuat oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam kelompok sadar wisata. Kelompok sadar wisata yang beranggotakan 15 warga tersebut dibentuk oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
Lebih dari itu, tempat eduwisata itu juga berperan besar dalam menekan kasus anak tengkes atau stunting di Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Lurah Pondok Ranggon Jaenuri mengatakan bahwa di wilayahnya ada sembilan kasus stunting. Ia pun mengambil susu segar hasil peternakan sapi perah itu yang sudah dikemas dalam botol untuk diberikan kepada anak stunting.
Selain mendapat orangtua asuh, anak stunting juga disokong oleh susu sapi yang mengandung tinggi protein dari peternakan tersebut untuk memastikan kecukupan nutrisi dan mendukung tumbuh kembang mereka.
Jaenuri berharap peternakan lainnya di Kampung Sapi Perah dapat mengembangkan usahanya seperti peternakan milik Rahmat itu sehingga berdampak terhadap peningkatan ekonomi warga.
Edukasi wisata terhadap anak-anak yang ditawarkan Cibugary juga diharapkan mampu menumbuhkan jiwa agrobisnis, yang pada akhirnya dapat membuat Jakarta memiliki kantung susu sapi kembali seperti tahun 1980-an.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023