Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu menekankan pentingnya mengembangkan produk dengan desain berbasis seni budaya dalam negeri dan sumber daya alam (SDA) untuk bersaing di pasar global. "Kita tidak mungkin bersaing dengan China yang daya saingnya mengandalkan produk massal, sehingga murah. Jadi kita harus mencari produk-produk yang tidak dimiliki China seperti coklat," ujarnya pada seminar `Perilaku Bangsa Mandiri dalam Menghadapi Persaingan Global`, di Jakarta, Kamis. Selain itu, ia melihat untuk bisa menjadi pemain global yang tanggung dan jago kandang yang tak terkalahkan di dalam negeri, produk Indonesia harus fokus pada desain yang baru dan modern dengan berbasis budaya lokal serta berkualitas bagus. "Dengan demikian pembeli bisa membedakan bahwa ini produk bermutu, memiliki kandungan budaya, ada nilai-nilai Indonesia," katanya. Mari melihat kemampuan untuk menggabungkan warisan budaya, sumber bahan baku yang banyak, teknologi, dan inovasi, menjadi produk yang modern dan memiliki nilai pasar merupakan kunci daya saing Indonesia menghadapi pasar global. "Sebagus-bagusnya produk kalau tidak laku di pasar, tidak ada gunanya. Akhirnya pemahaman mengenai apa yang diperlukan pasar, apa hal-hal yang berubah di dalam dan di luar negeri, apakah masalah selera atau peraturan di dalam dan di luar negeri," kata Mari. Oleh karena itu, kata dia, kemampuan membaca masa depan sangat penting dengan mengikuti perubahan teknologi, perubahan selera konsumen, maupun perubahan peraturan dunia. Mari mengingatkan bahwa di era globalisasi perangkat tarif bea masuk (BM) tidak bisa lagi digunakan untuk melindungi pasar dalam negeri, sehingga kalangan produsen harus terus mengembangkan kemampuannya dalam berproduksi agar bisa bersaing. Sementara Menperin Fahmi Idris, mengatakan, bahwa produsen sangat penting untuk memiliki divisi penelitian dan pengembangan (R&D) untuk memahami berbagai perkembangan pasar tersebut. "Saya lihat produsen yang usahanya maju memiliki R&D yang bagus, bukan hanya untuk pengembangan produk tapi juga selera pasar, termasuk soal warna yang disukai konsumen misalnya," ujar Fahmi. Deperin sendiri menargetkan industri manufaktur mampu tumbuh rata-rata 8,69 persen per tahun dari 2004 sampai 2009 sehingga mampu menyerap 500 ribu orang tenaga kerja per tahun, serta investasi sebesar Rp40 triliun sampai Rp50 triliun. Sedangkan Mari E Pangestu, menilai produk yang memiliki nilai bersaing yang tinggi, bukan hanya kerajinan, tetapi juga produk lain yang memiliki kekuatan seni, modal, teknologi, dan pasar. (*)
Copyright © ANTARA 2006