"Idealnya seluruh wilayah perairan sampai dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dapat secara insentif terlindungi dari praktek illegal fishing atau pencurian ikan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Syahrin Abdurrahman di Jakarta, Rabu.
Menurut Syahrin, dengan keterbatasan armada kapal pengawasan yang dimiliki KKP serta terbatasnya jumlah hari operasi itu maka peran pemerintah daerah dan seluruh masyarakat terutama nelayan dalam pemberantasan illegal fishing menjadi penting.
Hal tersebut, ujar dia, dapat dilakukan antara lain dengan memberikan informasi tentang keberadaan para pelaku perbuatan illegal fishing tersebut.
"Tidak tertutup kemungkinan KKP melaksanakan pengawasan yang intensif di wilayah tertentu berdasarkan perkembangan informasi yang diterima," katanya.
Syahrin memaparkan KKP sendiri telah menetapkan tiga kawasan perairan sebagai prioritas pengawasan yaitu perairan Natuna, perairan Sulawesi Utara dan laut Arafura.
Dirjen PSDKP KKP berpendapat tiga wilayah perairan itu terpilih karena merupakan wilayah yang paling rawan terhadap aktivitas pencurian ikan.
Permasalahan tumpang tindih kewenangan dalam pengawasan pencurian ikan mengakibatkan dibutuhkannya semacam perangkat perundang-undangan yang jelas dalam mengatur hal tersebut.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia antara lain harus segera memiliki undang-undang kelautan untuk menyelesaikan tumpang-tindih kewenangan yang kerap terjadi di sektor tersebut.
"Bangsa Indonesia dituntut untuk segera memiliki undang-undang kelautan sebagai payung hukum bagi pengaturan laut secara terpadu," kata Sharif.
Saat ini, RUU Kelautan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2013 dan menjadi inisiatif DPR, sedangkan penyiapan bahan naskah akademik, batang tubuh dan penjelasannya oleh Dewan Perwakilan Daerah didukung Dewan Kelautan Indonesia.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013