Jakarta, 3 Juli 2013 (ANTARA) -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktur Jenderal

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, telah menetapkan 3 (tiga) focal area sebagai prioritas pengawasan. Wilayah tersebut adalah perairan Natuna, perairan Sulawesi sebelah Utara dan Laut Arafura. Tiga wilayah perairan ini merupakan wilayah yang paling rawan terjadinya kegiatan illegal fishing. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman, SE seusai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tentang Operasional Kapal Pengawas Perikanan dan Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Natuna.


Menurut Syahrin, idealnya seluruh wilayah perairan sampai dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dapat secara intensif terlindungi dari praktek illegal fishing. Namun dengan keterbatasan armada kapal pengawas yang dimiliki Ditjen PSDKP serta terbatasnya jumlah hari operasi maka peran serta Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat nelayan dalam pemberantasan illegal fishing menjadi sangat penting. Terutama dapat memberikan informasi tentang keberadaan pelaku illegal fishing, sehingga petugas Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP dapat segera menangkap pelakunya. “Tidak menutup kemungkinan KKP melaksanakan pengawasan yang intensif di wilayah tertentu berdasarkan perkembangan informasi yang diterima,” tandasnya.


Selain illegal fishing, tegas Syahrin, perbuatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan seperti menangkap ikan dengan bom dan/atau racun (potassium, cianida, dll) juga sangat merugikan kesejahteraan nelayan. Karena setelah kondisi ekosistem perairannya mengalami kerusakan maka sumber daya ikan yang ada menjadi tidak dapat hidup dan tumbuh di tempat tersebut. Akibatnya nelayan menjadi kehilangan sumber penghidupan. Hal ini merupakan bentuk pemanfaatan sumber daya yang mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan. “Untuk itu kami mengajak seluruh komponen bangsa baik pemerintah daerah maupun masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan,” katanya.



Perjanjian Kerjasama


Syahrin menjelaskan, perjanjian kerja sama dengan nomor: 01/DJPSDKP/VI/2013 dan nomor: 180/HK-PKS/VI/2013 ini merupakan perwujudan dari upaya pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan khususnya masyarakat nelayan. Dengan Perjanjian Kerja Sama ini maka Ditjen PSDKP akan meningkatkan operasi Kapal Pengawas Perikanan di wilayah perairan Kabupaten Natuna. Sedangkan Pemerintah Kabupaten Natuna akan memberikan dukungan agar operasi pengawasan tersebut dapat terlaksana dengan lancar. “Illegal fishing memang secara nyata mengancam kesejahteraan nelayan. Untuk itu, kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Natuna yang menaruh perhatian besar terhadap upaya pemberantasan illegal fishing, dan hal ini menjadi pemicu bagi kami untuk semakin meningkatkan pemberantasan illegal fishing”, tandasnya.


Menurut Syahrin, ruang lingkup dalam kesepakatan bersama tersebut meliputi penyelenggaraan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang kelautan dan perikanan. Perjanjian juga mengatur peningkatan pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, pengelolaan perikanan tangkap serta pengelolaan perikanan budidaya. Fokus lain juga tertuju pada peningkatan nilai tambah produk hasil laut dan perikanan, pengembangan dan penyelenggaraan konservasi sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil. “Perjanjian juga membahas masalah pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, dan peningkatan pelaksanaan karantina ikan, pengendalian mutu serta keamanan hasil perikanan,” jelasnya.


Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013