JAKARTA (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan resistansi mikroba membahayakan karena merampas banyak nyawa dan sering kali tidak disadari sehingga disebut sebagai pandemi senyap.

Dia mengatakan resistansi mikroba menjadi ancaman serius karena berpotensi lebih membahayakan dibandingkan dengan COVID-19.

"Kalau dilihat angka kematiannya saya kira memang lebih berbahaya karena sudah semakin banyak orang yang sudah tidak bisa lagi leluasa menggunakan obat-obatan antibiotik karena dalam dirinya sudah terjadi resistansi yang beruntut," ujarnya setelah menghadiri seminar bertajuk "Bersama Cegah Silent Pandemic Resistansi Antimikroba" di Jakarta, Senin.

Dia menyebutkan angka kematian akibat resistansi mikroba mencapai 2,5 juta orang per tahun di seluruh dunia.

Ia juga mengatakan penggunaan obat-obatan antibiotik dapat menimbulkan resistansi obat yang menimbulkan bakteri.

"Penggunaan obat-obatan terutama antibiotik yang tidak rasional sangat membahayakan karena bisa menimbulkan resistansi obat dari berbagai macam bakteri," kata dia

Baca juga: Pemerintah RI dan Organisasi Tripartit merampungkan penanggulangan AMR

Sebuah studi global memperkirakan lebih dari 4,9 juta orang meninggal pada 2019 karena infeksi bakteri yang resistan terhadap antibiotik.

Di sisi lain, penggunaan antimikroba berlebihan di bidang pertanian menyebabkan kerugian produksi, merusak mata pencaharian, dan membahayakan ketahanan pangan.

Menurut Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) bila tidak ditangani dengan benar resistansi antimikroba dapat memaksa 24 juta lebih orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem serta meningkatkan kelaparan dan kekurangan gizi.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan salah satunya lewat Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Permenko) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistansi Antimikroba Tahun 2020-2024.

Hasil monitor evaluasi 2023 Kemenko PMK terhadap pelaksanaan rencana aksi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kekebalan atau resistansi bakteri penyakit tertentu terhadap antimikroba.

Bila tidak dilakukan pengendalian optimal terhadap indikasi tersebut, katanya, akan berdampak pada resistansi mikroba yang lebih luas sehingga diperlukan pula keterlibatan organisasi profesi kesehatan dan asosiasi kesehatan, baik manusia maupun hewan.

Terdapat 15 organisasi dan asosiasi profesi mendeklarasikan dukungan serta partisipasi aktif dalam pencegahan dan pengendalian resistansi antimikroba di Indonesia, di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Baca juga: Dokter ingatkan ancaman resistensi antimikroba seperti pandemi senyap
Baca juga: Koalisi rakyat berharap pemerintah tangani resistensi antimikroba
Baca juga: Bersama-sama mencegah resistensi antimikroba

Pewarta: Erlangga Bregas Prakoso
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023