Baghdad (ANTARA News) - Orang-orang bersenjata yang memakai seragam militer menculik delapan mantan anggota milisi penentang Al Qaida dari rumah mereka di daerah sebelah utara Baghdad dan membunuh korban dalam gaya eksekusi, Senin, kata sejumlah pejabat.

Serangan menjelang fajar terhadap rumah orang-orang itu berlangsung di Mishahada, sebelah utara Baghdad, lapor AFP.

Mayat mereka ditemukan kemudian di daerah itu dengan luka-luka tembakan di kepala dan dada, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri dan satu sumber medis.

Kedelapan orang itu adalah mantan gerilyawan Sahwa, yang terbentuk dari orang-orang suku Sunni Arab yang berpihak pada militer AS memerangi Al Qaida sejak akhir 2006, dan tindakan mereka itu telah mengubah peta perang di Irak.

Pemerintah Irak mengumumkan pada akhir Januari, sekitar 41.000 anggota Sahwa akan menerima 500.000 dinar Irak (415 dolar) sebulan, atau naik dari 300.000 dinar (250 dolar).

Kenaikan pendapatan anggota Sahwa serta penggabungan mereka ke dalam pasukan keamanan dan pegawai negeri sipil telah lama menjadi tuntutan masyarakat Sunni di Irak.

Anggota Sahwa dianggap sebagai pengkhianat oleh militan Sunni dan mereka sering menjadi sasaran serangan.

Menurut hitungan AFP, pada pekan sebelumnya saja, sembilan anggota Sahwa tewas dan 18 lain cedera dalam serangan-serangan.

Kekerasan Senin itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Jumlah korban tewas dalam kekerasan sepanjang Juni mencapai 448, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas sumber-sumber medis dan keamanan.

Serangan-serangan di Baghdad dan penjuru lain Irak meningkat tajam dan Mei merupakan bulan paling mematikan sejak 2008, dimana lebih dari 1.000 orang tewas, menurut PBB.

Seorang utusan PBB untuk Irak memperingatkan bahwa kekerasan sudah "siap meledak".

Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.

Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013