Jakarta (ANTARA) - Peringatan Hari Anak merupakan momen penting, tidak sekadar merayakan keberadaan anak-anak, tetapi juga menggugah kesadaran akan hak-hak mereka, serta tantangan yang akan dihadapi ke depannya.

Tantangan itu adalah bagaimana menumbuhkan mental generasi muda menjadi pribadi yang tangguh atau tahan banting menghadapi segala persoalan.

Kini, kita dipanggil untuk merenung tentang bagaimana dapat memberikan kontribusi dalam membentuk mental generasi muda yang kuat dan berdaya.

Penting menyadari bahwasanya anak-anak adalah aset berharga bagi masyarakat dan masa depan. Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak-hak dasar anak, seperti hak atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari eksploitasi merupakan langkah awal yang krusial.

Peringatan Hari Anak dapat menjadi panggung untuk mengevaluasi sejauh mana komitmen dalam memberikan perlindungan tersebut.

Di Indonesia, generasi saat ini menghadapi sejumlah tantangan yang berkaitan dengan mentalitas dan kesejahteraan mental.

Beberapa kasus yang dapat dicermati, melibatkan berbagai aspek, seperti tekanan akademis, dampak teknologi dan media sosial, ketidakpastian pekerjaan, isu kesehatan mental, urbanisasi dan pemisahan keluarga, pertentangan generasi, dan pengaruh budaya populer.

Melalui pemahaman terhadap tantangan-tantangan tersebut, Indonesia dapat mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan mental generasi muda.

Pendidikan kesehatan mental yang lebih luas, dukungan sosial yang lebih baik, dan pengembangan keterampilan adaptasi dan ketahanan mental dapat membantu mengatasi berbagai kasus yang berkaitan dengan mentalitas generasi masa depan di Indonesia.

Menumbuhkan mental generasi memerlukan pendekatan yang holistik. Pendidikan yang tidak hanya fokus pada pengetahuan akademis, akan tetapi mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan karakter akan membentuk individu yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Guru dan orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk pondasi ini, melalui pendekatan pengajaran yang mendukung perkembangan seluruh aspek pada diri anak.

Penting juga lembaga pendidikan untuk mengatasi stigma seputar masalah kesehatan mental.

Menyediakan dukungan dan mendukung pembicaraan terbuka tentang kesehatan mental adalah langkah kunci dalam melatih mental yang kokoh pada diri anak.

Karenanya, Hari Anak bisa digunakan sebagai semacam platform untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemahaman dan dukungan terhadap kesehatan mental anak-anak.

Membuka dialog terbuka dan menyediakan sumber daya yang memadai dapat membantu anak-anak dalam mengatasi tekanan dan stres yang mungkin mereka alami.

Selain itu, perlu ditekankan bahwa membangun mental yang tangguh tidak hanya tanggung jawab sekolah dan keluarga, tetapi juga tugas bersama masyarakat.

Program komunitas, kegiatan ekstrakurikuler, dan dukungan dari lingkungan sekitar dapat menjadi elemen penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak-anak.

Lebih dari itu, anak-anak harus memiliki idola sebagai model yang positif dan inspiratif.

Idola bisa meliputi guru, tokoh masyarakat, orang tua, atau pun teman sebaya yang memiliki mentalitas tangguh dan positif.

Dalam menumbuhkan mentalitas tangguh itu juga dibutuhkan keterampilan hidup dalam menghadapi tantangan di kehidupan sehari-hari.

Anak dilatih memecahkan masalah dan berkomunikasi secara efektif.

Selain itu, anak-anak juga perlu didampingi dalam pemakaian teknologi.

Pemanfaatan teknologi secara bijak diyakini dapat membangun mentalitas secara berimbang. Kehidupan digital dan kehidupan nyata berjalan secara imbang, tidak bermuka dua.

Sebab, mentalitas rendah dapat mendorong pada kebobrokan mental dengan tanpa disadari oleh pelakunya.

Adopsi teknologi yang pesat dan penggunaan media sosial dapat menyebabkan tekanan sosial, perbandingan diri, dan masalah kesehatan mental.

Melatih keterampilan penggunaan teknologi yang sehat dan menyadari dampaknya penting untuk menjaga keseimbangan.

Pertanyaannya adalah, bagaimana melatih mental anak yang kokoh di tengah tantangan dunia sekarang ini?

Pertama, mindfulness dan meditasi dapat membantu mengelola stres, meningkatkan fokus, dan memperkuat ketahanan mental.Diperlu guru khusus bagi seorang anak yang ingin belajar meditasi.

Kedua, olahraga dan kesehatan fisik. Aktivitas fisik teratur tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga berdampak positif pada kesehatan mental. Melibatkan diri dalam olahraga atau kegiatan fisik lainnya dapat meredakan stres dan meningkatkan suasana hati.

Ketiga, peelunya memiliki jaringan sosial yang kuat. Membangun hubungan yang sehat dengan teman, keluarga, dan komunitas dapat memberikan dukungan emosional yang krusial dalam menghadapi tantangan.

Keempat, pengembangan keterampilan pribadi, yakni membangun keterampilan, seperti resiliensi, kemandirian, dan manajemen emosi dapat membantu menghadapi perubahan dan tekanan dengan lebih baik.

Kelima, pendidikan kesehatan mental. Memahami dan mengakui pentingnya kesehatan mental adalah langkah awal. Pendidikan tentang kesehatan mental dapat membantu mengurangi stigma dan memberikan alat untuk mengatasi masalah.

Keenam, persetujuan terhadap kegagalan. Membangun pemahaman bahwa kegagalan adalah bagian normal dari kehidupan dan hal itu justru memberikan peluang pada pelakunya untuk belajar dan tumbuh.

Ketujuh, pendekatan hidup seimbang. Mendorong hidup seimbang antara pekerjaan, waktu istirahat, dan kehidupan sosial dapat membantu menjaga keseimbangan mental.

Dengan mengintegrasikan pendekatan ini dalam kehidupan sehari-hari, generasi saat ini dapat melatih mental yang kuat untuk menghadapi tantangan dengan keyakinan dan ketahanan yang diperlukan.

Dengan merayakan Hari Anak, kita mengakui investasi pada anak-anak adalah investasi pada masa depan. Menumbuhkan mental generasi yang kuat membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, agar setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal.

Melalui kesadaran, edukasi, dan tindakan nyata, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif anak-anak dan mempersiapkan mereka menjadi pemimpin masa depan yang berdaya.


*) Suci Ayu Latifah, M.Pd adalah dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo, Jawa Timur

Copyright © ANTARA 2023