Ini bagian dari serangkaian pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berserikat yang dilakukan pemerintah... hanya sebagai alat kontrol dan tindakan represif bagi kebebasan berserikat dan berkumpul di Indonesia."

Bandarlampung (ANTARA News) - Rancangan Undang Undang Ormas yang segera disahkan dalam paripurna DPR di Jakarta, Selasa, menurut Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung merupakan bentuk kemunduran demokrasi untuk membungkam masyarakat.

"Ini bagian dari serangkaian pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berserikat yang dilakukan pemerintah, padahal sejak dulu persepsi atas keberadaan UU Ormas hanya sebagai alat kontrol dan tindakan represif bagi kebebasan berserikat dan berkumpul di Indonesia," kata Wahrul Fauzi Silalahi, Direktur LBH di Bandarlampung, Selasa.

Menurut dia, intervensi oleh pemerintah terhadap organisasi masyarakat akan membatasi peran dan fungsi kontrol yang dilakukan organisasi nonpemerintah atas kebijakan pemerintah.

Padahal menurut dia, dalam sistem demokrasi ini rakyat mempunyai legitimasi untuk melakukan kontrol atas kebijakan negara.

Bukan malah sebaliknya, katanya, negara yang mengawasi rakyatnya.

Dia berpendapat, paradigma terbalik yang dijalankan negara tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik

Dalam RUU Ormas itu hanya organisasi underbow parpol yang mendapatkan pengecualian.

Pihak DPR dan pemerintah beralasan UU Parpol sudah mengatur perihal organisasi sayap tersebut, sehingga tidak perlu mengatur organisasi underbow parpol.

Hal yang diatur dalam ketentuan itu pun, ujar Wahrul, sangat minim karena hanya menjelaskan parpol untuk membentuk organisasi, sedangkan pengaturan menyeluruh tidak ada.

Dia menyatakan, bila mengacu alasan pemerintah dan DPR, seharusnya yayasan mengacu UU Yayasan dan ormas mengatur statblad perkumpulan.

"Sayangnya hal tersebut tidak terjadi, dan DPR sampai sekarang masih berkeinginan kuat untuk secepatnya mengesahkan RUU Ormas. Jika negara hendak mengatur organisasi masyarakat aturlah dalam kerangka yang benar," katanya.

Ia menilai, pernyataan pemerintah terkait pengakuan kontroversial atau masih adanya penolakan terhadap RUU Ormas, dengan mempersilakan para pihak yang tidak setuju untuk melakukan "judiacial review" justru mencerminkan tidak efektif dalam membentuk sebuah peraturan atau kebijakan yang mubazir dalam pengelolaan anggaran negara.

Ia mengingatkan pula, bila pemerintah memahami bahwa RUU Ormas tersebut bertentangan dan tumpang tindih dengan undang-undang lainya, seharusnya pemerintah tidak meneruskan memaksakan pengesahan RUU Ormas tersebut.

Karena itu, menurut dia, LBH Bandarlampung menolak pengesahan RUU Ormas serta mendesak UU NO. 8 Tahun 1985 tentang Ormas dicabut dan diganti UU Perkumpulan.

Apabila RUU Ormas tersebut dipaksakan untuk disahkan, maka LBH Bandarlampung dengan seluruh jaringan yang telah terbentuk di tingkat daerah maupun nasional, siap untuk mengawal persoalan tersebut sampai pada peradilan di Mahkamah Konstitusi. (RB*B014)

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013