Medan (ANTARA News) - Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan di pertemuan kerja sama ekonomi The Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dinilai lebih berani dari kesepakatan regional termasuk World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia.
"Kesepakatan di negara-engara Asia Pasifik itu terlihat semakin kuat setelah WTO dinilai kurang menggigit atau kekuatannya semakin luntur setelah terjadi kriris keuangan. Kebijakan-kebjakan yang diambil juga belum mampu membuat negara di dunia keluar dari krisis itu," kata Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Lainnya, Kementeran Perdagangan, Denny W Kurnia, di Medan, Senin.
Dia mengatakan itu di sela Committee on Trade and Investment (CTI) Trade Policy Dialogue on Electronic Stewardship di Third APEC Senior Officials Meeting (SOM III) And Related Meetings.
Menurut dia, ada tiga hal yang diharapkan dari penyelenggaraan APEC tahun ini.
Ketiga hal itu yakni untuk memperkuat hasil kerja WTO yang berarti memperkuat perdagangan internasional, kemudian untuk mencapai cita-cita "Bogor Goals" yakni tentang liberalisasi perdagangan dan investasi serta konektivitas di negara Asia Pasifik maupun dunia.
Menurut dia, memperkuat sistim perdagangan internasional dan hasil kerja WTO dinilai perlu guna memperkuat perdagangan internasional.
"Harus diketahui, APEC dan WTO tidak bisa dipisahkan bahkan saling mendukung satu sama lain," katanya.
Peran APEC sangat penting dalam memberikan masukan dan mendorong konferensi tingkat Menteri WTO yang berwenang menghasilkan aturan-aturan yang mengikat bagi perdagangan dunia.
"Semua negara ingin WTO sukses. WTO bisa dilihat atau dijadikan organisasi yang kredibel dan tajam dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia sehingga dunia khususnya negara di Asia Pasifik semakin maju," ujar Denny.
Sementara kedua yakni pencapaian cita-cita "Bogor Goals" tentang liberalisasi perdagangan dan investasi dinilai sangat penting.
"Indonesia maupun negara di kawasan Asia Pasifk bahkan dunia memerlukan pengaturan liberalisasi yang jelas bagi ekspor dan impor. Yang pasti dengan liberalisasi tidak ada negara yang mati tetapi justru bisa semakin maju seperti Indonesa,"katanya.
Denny mengakui, untuk pencapaian itu merupakan tantangan besar seperti tenggat waktu penyesuaian suatu negara terhadap liberalisasi.
"Diakui khusus tahun ini Bogor Goals ditinjau ulang karena banyak faktor seperti isu tarif tarif dan non tarif di tengah terjadinya krisis," ujarnya.
Adapun ketiga yang diiharapkan dari penyelenggarana APEC itu adalah konektivitas yang merupakan salah satu pekerjaan rumah yang berat juga di kawasan Asia Pasifik.
Dia menegaskan, konektivitas fisik adalah isu penting yang dibahas pada APEC tahun ini mengingat irfrastruktur transportasi bagi perkembangan ekonomi di kawasan APEC merupakan persoalan tersendiri.
Selain infrastruktur, konektivitas yang juga penting dibicarakan di APEC adalah hubungan pengusaha UMKM dalam hal memasok barang yang dibutuhkan industri besar.
"Bagi Indonesia sendiri yang usahanya berbasis pada sektor UMKM, sangat penting untuk mengkonektivitaskan hubungan UMKM itu dengan perusahaan besar sehingga UMKM itu menjadi dan memiliki kekuatan besar dalam perdagangan Indonesia dan Asia Pasfik bahkan dunia,"kata Denny. (E016/T007)
Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013