"Hal itu merujuk hasil survei BNPT pada 2020 menyatakan bahwa faktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal dan pola pendidikan keluarga pada anak," kata Kasubdit Kerja Sama Asia Pasifik dan Afrika Badan BNPT Harianto di Tarakan, Kamis.
Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber dalam acara dialog yang digelar Forum Kordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara dan BNPT dengan tajuk Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP) “Cerdas Digital, Satukan Bangsa”.
Merujuk pada hasil survei yang dilakukan oleh BNPT tahun 2020 menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang paling efektif, termasuk peran wanita karena terkait pendidikan keluarga pada anak.
Perempuan memiliki posisi sangat vital dalam keluarga bahkan dalam masyarakat secara lebih luas, katanya karena seorang Ibu bisa menjadi partner dialog anaknya.
"Sebagai seorang istri, perempuan bisa menjadi partner diskusi suaminya dalam berbagai hal, sebagai contoh dalam pemahaman ajaran agama," papar dia.
Perempuan, sebut dia, bisa menjadi filter atau pendeteksi awal dari setiap kejanggalan yang ditemukan dalam keluarga masing – masing.
"Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama di dalam keluarga, anak mulai dikenalkan dan diajarkan dengan berbagai hal yang ada di sekelilingnya dengan keluarganya, teman – temannya, barang – barang yang ada bahkan diajarkan tentang berbagai nilai sosial, budaya dan agama yang mereka anut," katanya.
Dalam hal ini, tugas mendidik anak dalam lingkungan keluarga merupakan tugas resiprokal orang tua, tapi posisi perempuan, yakni sebagai ibu secara emosional lebih memiliki kedekatan terhadap anak.
Karena itulah, kunci penanaman karakter dan jati diri anak banyak bertumpu pada peran perempuan. Perempuan dalam peran seperti ini sebenarnya menjadi salah satu benteng dari pengaruh paham dan ideologi radikal yang saat ini juga mulai menyasar pada anak usia dini.
"Maka diperlukan upaya penanaman nilai kebangsaan, wawasan keagamaan dan kearifan lokal dalam keluarga menjadi sangat efektif sebagai filter dalam menangkal penyebaran radikalisme terorisme," katanya.
Memanfaatkan kelemahan wanita
Sementara itu, Kabid Perempuan dan Anak FKPT Kaltara Dr Nurasikin saat jadi pembicara pada acara melibatkan 110 orang dari berbagai organisasi wanita, mahasiswi dan pelajar mengingatkan, wanita selain strategis mencegah radikalisme juga kini menjadi incaran untuk dijadikan anggota teroris.
Ada beberapa alasan umum, antara lain melibatkan wanita mengurangi kecurigaan jika membawa bom, dan berita lebih spektakuler jika yang melakukan aksi teror adalah wanita.
"Sifat wanita yang cepat merasa simpati juga dimanfaatkan kelompok teroris untuk menghimpun dana melalui sosial media," katanya.
Nurasikin yang juga seorang dosen bidang hukum di Universitas Borneo Tarakan itu mengingatkan secara yuridis jika unsur memenuhi maka berinteraksi dengan kelompok ini bisa terjerat meski beralasan atas ketidaktahuan dana yang dihimpun disumbangkan bagi tindak kejahatan terorisme.
"Jadi pesan kami berhati-hati berlain media sosial, jangan sampai tujuan baik tapi dimanfaatkan untuk kelompok ini karena saat ini mereka berkamuflase atas nama kemanusiaan," katanya.
Baca juga: BNPT-Kemenkumham kerja sama bangun sistem kontrol data deradikalisasi
Baca juga: BNPT-Kementan sepakat tingkatkan kesejahteraan mitra deradikalisasi
Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023