Bandar Lampung, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Lampung menyatakan keprihatinan atas kecenderungan tindakan yang mengarah pada aksi kriminal (kriminalisasi) kepada para petani dan penggarap lahan pada areal konservasi yang masih berkonflik di Lampung.Direktur Eksekutif WALHI Lampung, Mukri Friatna di Bandar Lampung, Rabu (19/7) mengungkapkan temuan dan laporan pengaduan dari masyarakat di sejumlah wilayah hutan dan kawasan lindung di Lampung yang tengah berkonflik tentang ulah oknum aparat kehutanan dan aparat keamanan maupun anggota legislatif dalam kriminalisasi itu."Kami prihatin, semestinya semua pihak dapat mendorong penyelesaian masalah lahan tersebut secara baik-baik, tapi justru seperti mendukung terjadi kriminalisasi terhadap para petani yang lemah," kata Mukri.Dia menyebutkan kasus terakhir dilaporkan puluhan petani di Desa Sukaraja, Rajabasa di Kabupaten Lampung Selatan yang dua kali menjadi korban tindakan sekelompok warga mengatasnamakan LSM tertentu bersama oknum aparat polisi hutan (polhut) yang menebangi tanaman dan merusak gubuk mereka.Padahal petani penggarap di sana menyatakan lahan yang didiami dan diolah bukan termasuk dalam kawasan lindung di Register 3 Gunung Rajabasa itu, dengan bukti pengakuan mereka lahan kelola seluas 15-an ha itu berada di luar patok batas (pal) dan adanya legalitas akta jual beli yang diketahui aparat pemerintah di sana.Beberapa kali pula konflik cenderung mengarah kriminalisasi terhadap petani penggarap di dalam kawasan lindung di Lampung telah terjadi yang hingga saat ini masih menunggu jalan keluar penyelesaiannya.Konflik antara penggarap lahan di salah satu kawasan lindung di Sungai Buaya Kabupaten Tulangbawang dengan salah satu perusahaan swasta di sana, hingga kini belum juga tuntas.Begitupula penanganan ribuan penggarap dan pemukim di dalam areal konservasi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) di wilayah lintas Bandar Lampung dengan Kabupaten Lampung Selatan."Kami mengingatkan semua pihak untuk menahan diri serta bersedia berdialog bersama untuk mencari jalan penyelesaian yang terbaik dari semua masalah dan konflik pada areal konservasi di sini," demikian Mukri Friatna.(*)
Copyright © ANTARA 2006