"Kami hadir di sini untuk bersama melihat paradigma pembangunan kehutanan dan hal-hal yang mungkin bisa diidentifikasi reorientasinya," kata Siti mengawali pertemuan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KLHK: FoLU Net Sink 2030 terapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
Dari pertemuan tersebut, Menteri Siti menyampaikan sejumlah catatan. Pertama, dalam orientasi green manufacturing. Dia mengatakan akhirnya hal tersebut menjadi sesuatu yang penting dan menjadi pijakan kementerian ke depan.
Peraturan Presiden tentang integrated area development dengan basis hutan sosial kini sudah ada. Bahkan, pemerintah sudah memposisikan taman nasional sebagai pusat atau sumber pertumbuhan ekonomi wilayah dan menjadi contoh distribusi pendapatan yang tepat, seperti Taman Nasional Komodo dan Taman Nasional Gunung Ciremai.
"Hal-hal seperti itu menurut saya payung besarnya green manufacturing, termasuk bioprospecting, hasil hutan bukan kayu, bambu, dan seterusnya. Itu semua arahnya kalau kita kasih payung besar namanya green manufacturing," papar Siti.
Menteri Siti juga mendorong pengembangan era Agroforestry Nusantara sebagai ciri kelola hutan Indonesia.
Dengan pendekatan green manufacturing, dia meminta untuk dikembangkan dan dikaji tentang Borneo River Basin dengan karakter Kalimantan dan segala potensi serta gangguan yang ada terhadap ekosistem dan hutan Borneo seluas 23 juta hektare.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada, San Afri Awang mengatakan pihaknya mengapresiasi berbagai hal yang sudah dilaksanakan oleh KLHK. Banyak hal yang dilakukan, termasuk terobosan-terobosan melalui corrective actions, dan program-program lain dari KLHK selama sembilan tahun.
Baca juga: DPR harapkan Jokowi prioritaskan pembangunan hutan
Baca juga: Pemerintah prioritaskan pembangunan pusat daur ulang di kawasan wisata
Lebih lanjut, dia menyoroti tujuh poin tentang rencana kehutanan tingkat nasional, yaitu penyusunan rencana makro penyelenggaraan kehutanan, penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi, penyusunan rencana pengelolaan kehutanan di tingkat kesatuan pengelolaan hutan.
Kemudian, penyusunan rencana pembangunan kehutanan, penyusunan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan, koordinasi perencanaan jangka panjang dan menengah antar-sektor; serta pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.
"Jadi, konteks pada tujuh poin tersebut perlu kita lihat ulang, apakah betul-betul sudah sesuai dengan RKTN tersebut, kalau tidak, kita harus cari jalan keluar, mengenai kewenangan-kewenangan ini, termasuk dengan desentralisasi yang sudah berjalan," kata Awang.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023