We love u Tata"
Johannesburg (ANTARA News) - Gerombolan manusia yang emosional berkumpul di luar sebuah rumah sakit di mana Nelson Mandela terbaring kritis, Rabu ini, sementara saudara dan tetua adat bersiap menyelenggarakan upacara perjalanan terakhir mantan pemimpin Afrika Selatan itu.
Para pendukung yang bernyanyi menyemut di luar rumah sakit di kota Pretoria di mana pahlawan anti-apartheid berusia 94 tahun itu tengah berjuang melawan maut.
Lilin dinyalakan, sementara doa dipanjatkan seorang uskup Afrika Selatan demi akhir damai nan sempur ikon anti apartheid itu.
"Kita semua telah dipersatukan, hitam dan putih bersama. Itulah yang diajarkan Mandela kepada kita," kata Lerato Boulares (35) yang menyanyikan himne di pintu masuk Rumah Sakit Jantung Mediclinic, Pretoria.
Proteas, bunga kebangsaan Afrika Selatan, serta melatih warna merah dan kuning berjejer di bawah dinding berdekorasi dengan memuat pesan-pesan kesembuhan untuk Mandela.
Mantan tahanan politik itu dihormati sebagai arsitek perjalanan luar biasa Afrika Selatan dari semula diperintah minoritas kulit putih menuju pemilihan umum multiras yang fenomenal pada 1994.
Dia dilarikan ke rumah sakit pada 8 Juni lalu akibat infeksi akut paru-paru yang dideritanya sejak 27 tahun dipenjara di Robben Island dan penjara lainnya di era apartheid.
Menurut media setempat, para tetua klan Thembu dari mana Mandela berasal menjenguk pemenang Hadiah Nobel yang oleh klannya dipanggil Madiba itu.
Para tetua menjenguk Mandela untuk mendiskusikan apa yang semestinya dilakukan. Seorang sumber mengatakan bahwa ada ketaksepakatan dalam keluarga mengenai tempat Mandela dimakamkan nanti.
Sejumlah laporan menyebutkan anggota keluarga berdebat mengenai apakah mereka mesti memindahkan makam ketiga anak Mandela ke kampung masa kecil Mandela yang akan menjadi tempat pemakamannya.
Mandla Mandela, cucu Mandela, tak menyetujuinya, kemudian marah dan meninggalkan pertemuan.
Uskup Cape Town Thabo Makgoba menjenguk ke Rumah Sakit Jantung Mediclinic Selasa larut malam demi memanjatkan doa bersama sang istri Graca Machel di masa sulit yang penuh penantian itu.
Doa sang uskup beriringan dengan perasaan umum warga Afrika Selatan mengenai kondisi Mandela yang tetap menjadi pusat otoritas moral bangsanya kendati telah meninggalkan publik sejak satu dekade lalu.
"Berkati dia, kami doakan malam yang sunyi dan akhir damai nan sempurna," doa sang uskup
Di muka rumah sakit itu media massa, terutama televisi, yang diantaranya datang jauh di luar Afrika Selatan, menggelar tenda, menanti kabar terakhir mengenai kondisi kesehatan Mandela. Mereka ini bersaing tempat dengan para pendukung Mandela yang juga mengepung rumah sakit.
"Saya berdoa untuknya, setiap hari, setiap pagi agar dia jangan dulu meninggal," kata Folashade Olaitan. Sedangkan anak-anak sekolah menggelar poster bertuliskan "We love u Tata (father)" atau "Kami semua mencintaimu bapak."
AFP melaporkan, sementara itu pesan-pesan kebaikan mengalir dari seluruh dunia.
Dalam satu pesan via Twitter, Hillary Clinton mengirimkan pesan kasih dan doa untuk orang yang disebutnya sahabat besar Amerika, Madiba, juga untuk keluarga dan bangsanya selama masa yang sulit ini.
Gedung Putih juga menyampaikan pesan namun tak menyebutkan apakah kondisi buruk kesehatan Mandela itu akan mempengaruhi jadwal kunjungan Presiden Barack Obama ke Afrika Selatan pekan ini sebagai bagian dari tur Afrika-nya.
Kondisi kesehatan Mandela yang rentan ini memicu spekulasi bahwa tur itu akan ditangguhkan, atau sama sekali diubah, jika ikon anti-apartheid itu mangkat dalam jam-jam sebelum Obama pergi atau selagi dia berada di benua itu.
Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Maite Nkoana Mashabane mengatakan kendati Obama ingin sekali menemui Mandela, namun pertemuan itu mustahil diselenggarakan mengingat kondisi mantan pemimpin Afrika Selatan tersebut.
Mandela yang 18 Juli nanti akan merayakan hari ulang tahun ke-95 sudah empat kali dilarikan ke rumah sakit sejak Desember lalu, lebih sering karena masalah paru-paru yang sudah dideritanya sejak dia menjadi tahanan politik rezim apartheid.
Dunia menyaksikan orang yang pernah disebut teroris oleh Amerika Serikat dan Inggris tersebut kala dia mengepalkan tangannya begitu dibebaskan dari penjara dekat Cape Town pada 1990.
Mandela lalu menengahi akhir dari hampir setengah abad kekuasaan minoritas kulit putih dan memenangi pemilu yang benar-benar demokratis pertama di negerinya.
Dia meretas rekonsiliasi rasial dalam satu era kekuasaannya sebagai presiden Afrika Selatan, sebelum mengambil peran baru sebagai negarawan yang dituakan bangsanya serta memimpin kampanye AIDS.
Dia meninggalkan gelanggang kehidupan publiknya pada 2004 dan tak terlihat di depan umum pada putaran final Piala Dunia Afrika Selatan.
Kondisi kesehatannya yang terus menurun membuat para pendukung Mandela merasakan kefanaannya dengan bersiap merayakan warisannya.
"Beliau kini (hampir berusia) 95 tahun sehingga kami tak perlu merisaukannya," kata Jauffre Basube yang berusia 40 tahun "Saya kira beliau telah melakukan apa yang seharusnya beliau lakukan."
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013