Pemutarbalikan fakta politik dan pemalsuan informasi bisa mengooptasi pikiran publik dan pencitraan yang tidak sebenarnya bisa menyebabkan pembodohan publik dan kesalahan publik ketika bersikap,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Indra menilai oligarki politik dapat mengancam sistem demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia karena pemilik modal bisa memutarbalikkan fakta politik dan pemalsuan informasi.

"Pemutarbalikan fakta politik dan pemalsuan informasi bisa mengooptasi pikiran publik dan pencitraan yang tidak sebenarnya bisa menyebabkan pembodohan publik dan kesalahan publik ketika bersikap," kata politisi dari PKS kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Indra mengatakan, apabila pembodohan publik dan kesalahan masyarakat dalam bersikap, yang terjadi adalah kepemimpinan yang tidak sehat dan tindakan yang merugikan bangsa Indonesia.

Selain itu, menurut dia, dinasti politik juga membahayakan demokratisasi Indonesia sehingga demokrasi tidak tercipta dengan baik. Namun, kekuasaan keluarga yang berkuasa. Dia menilai kekuasaan hanya menyebar pada satu kelompok keluarga atau komunitas itu sudah terjadi di beberapa provinsi seperti menempatkan kerabat dalam posisi strategis.

"Reformasi lahir karena masyarakat menolak KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), dan politik dinasti merupakan nepotisme yang luar biasa," katanya.

Menurut dia, untuk mengatasi masalah oligarki dan dinasti politik itu, adalah dengan menyadarkan masyarakat Indonesia untuk memilih secara cerdas.

Dia menilai masyarakat harus memilih pemimpin dengan kapasitas dan kapabilitas nyata calon tersebut.

"Publik punya peran yang strategis untuk meminimalisasi politik dinasti dengan cara memilih caleg dengan kualitas jangan berdasarkan isi tas atau latar belakang keluarga," ujarnya.

Indra mengatakan cara lain adalah dengan langkah politik hukum untuk membatasi dinasti politik seperti usulan PKS dalam perubahan Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI.

Menurut dia, PKS ingin ada klausul agar presiden tidak rangkap jabatan lain.

"Politik hukum bisa untuk membatasi. Akan tetapi, sejauh ini yang menentukan kebijakan hukum adalah keluarga dia sendiri, dan itu hal yang berat," katanya menegaskan.
(I028/D007)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013