Kita diberikan waktu 3,5 tahun untuk persiapan sebelum dikenakan sanksi nantinya
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa penerapan perizinan pemanfaatan air tanah agar dapat digunakan berkelanjutan berlaku sekitar 3,5 tahun mendatang atau pada paruh pertama tahun 2027.
"Kita mencoba meramu seluruh Keputusan Menteri yang ada baik untuk usaha dan non usaha menjadi satu Peraturan Menteri yang komprehensif. Kita diberikan waktu 3,5 tahun untuk persiapan sebelum dikenakan sanksi nantinya," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Wafid menyampaikan pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan masih membahas lebih lanjut perihal regulasi berupa Peraturan Menteri (Permen) terkait perizinan, denda, maupun sanksi lainnya perihal pemanfaatan air tanah dari kegiatan komersial maupun non komersial.
Adapun masyarakat atau rumah tangga yang memanfaatkan air tanah secara normal untuk kebutuhan sehari hari, dengan asumsi rata-rata sebanyak 30 m³ per bulan, tidak memerlukan izin.
Namun demikian, bagi masyarakat yang memanfaatkan air tanah lebih dari 100 m³ per bulan maka wajib memiliki izin dari pemerintah.
Konsumsi air 100 m³ setara dengan 100.000 liter atau 200 kali pengisian tandon air rumah tangga berkapasitas 500 liter, atau juga setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter.
Baca juga: Pemerintah optimalkan pengendalian air tanah untuk keberlanjutan
Baca juga: Indonesia-AS perkuat kerja sama energi dan mineral berkelanjutan
"Konsumsi air 100 m³ setara dengan 100.000 liter adalah jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan konsumsi air rumah tangga pada umumnya berkisar 30 m³ per bulan per rumah tangga," ujarnya.
Berdasarkan identifikasi Badan Geologi, beberapa cadangan air tanah (CAT) yang sudah mengalami kerusakan itu, di antaranya tersebar di Medan, Serang-Tangerang, Jakarta, Karawang-Bekasi, Bogor, Surabaya, Bandung-Soreang, Denpasar-Tabanan, Pekalongan-Pemalang, Semarang, Metro-Kotabumi, Karanganyar-Boyolali, hingga Palangkaraya-Banjarmasin.
Menurut dia, sejumlah wilayah itu bakal menjadi prioritas penerapan perizinan pemanfaatan air tanah nantinya.
Lebih lanjut Wafid menyampaikan, pada Cekungan Air Tanah Jakarta telah dilakukan upaya pemantauan air tanah dan penurunan tanah sejak tahun 2014 melalui pendirian Balai Konservasi Air Tanah (BKAT), yang merupakan UPT di bawah Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah.
Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Ia menuturkan pengukuran selama periode tahun 2015-2022 di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta tersebut menunjukkan laju penurunan tanah antara 0,04-6,30 cm per tahun.
Penurunan tanah tersebut lebih landai dibandingkan tahun 1997 hingga 2005 di mana laju penurunan tanah antara 1-10 cm per tahun hingga 15-20 cm per tahun.
Hal ini menunjukkan melambatnya laju penurunan tanah seiring dilakukannya pengendalian penggunaan air tanah.
"Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah Jalan Tongkol Jakarta Utara," katanya.
Baca juga: Kementerian ESDM bakal replikasi PLTS Terapung Cirata di lokasi lain
Baca juga: Kementerian ESDM: subsidi konversi motor listrik naik jadi Rp10 juta
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023