SPPA dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia dan best practice secara global
Jakarta (ANTARA) - Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy memaparkan sejumlah keistimewaan sistem penyelenggara pasar alternatif (SPPA) bagi pelaku perdagangan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) pada pasar sekunder.
Ia menjelaskan keistimewaan utama yang ditawarkan adalah kemudahan transaksi melalui berbagai pilihan mekanisme, yang mana terdapat tiga mekanisme perdagangan yang dapat digunakan pelaku perdagangan, diantaranya mekanisme kuotasi/central limit order book (CLOB), request for quotation (RFQ), dan negosiasi antarpihak/request for order (RFO).
"SPPA dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia dan best practice secara global. Mekanisme perdagangan yang disediakan SPPA dapat mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar agar dapat bertemu dengan konsep penyampaian dan permintaan kuotasi secara anonymous multilateral maupun secara negosiasi bilateral. Hal ini dimaksudkan agar para pelaku dapat bertemu dalam sebuah pasar yang efisien untuk mendapatkan harga yang terbaik," ujar Irvan di Jakarta, Senin.
Irvan melanjutkan SPPA juga menyediakan akses langsung kepada diler surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk untuk melakukan kewajiban kuotasi diler utama terhadap instrumen SUN dan SBSN benchmark secara harian, yang dapat membentuk pasar dengan harga yang wajar dan menciptakan likuiditas perdagangan EBUS di pasar sekunder .
"Satu hal yang unik yang hanya dimiliki oleh SPPA adalah fasilitas counter party switching, yang memungkinkan dua dealer yang tidak saling memiliki trading limit dapat bertransaksi melalui switcher," ujar Irvan.
Ia menjelaskan, switcher adalah dealer yang memiliki trading limit secara mutual dengan dua pihak yang tidak saling memiliki trading limit, seperti perantara, yang mana SPPA dapat mencari switcher secara otomatis dan dalam waktu yang singkat.
Adapun, fasilitas ini dapat digunakan di seluruh mekanisme SPPA.
"SPPA juga memberi kemudahan pelaporan bagi pelaku. Semua transaksi di SPPA secara otomatis dilaporkan ke sistem penerima laporan transaksi efek, yakni pelaporan yang ditujukan ke OJK, sehingga para pengguna SPPA tidak perlu melakukan input secara manual di PLTE," ujar Irvan.
Lebih lanjut, Irvan menyampaikan BEI juga mengeluarkan peraturan yang sesuai dengan amanah POJK No. 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif, untuk memastikan perdagangan OTC di SPPA berjalan dengan aman, wajar, teratur, dan efisien, yaitu Peraturan Penetapan Efek yang Dapat Diperdagangkan di SPPA, Peraturan Perdagangan Efek Melalui SPPA, Peraturan Pengguna Jasa SPPA, serta Peraturan Pengawasan Perdagangan Melalui SPPA.
"Dengan adanya peraturan yang telah dikeluarkan oleh BEI sesuai POJK No 8, kami memastikan bahwa pengguna jasa SPPA mendapatkan perlindungan hukum yang kuat dalam setiap transaksi mereka," ujar Irvan.
Pihaknya bertekad untuk selalu mengembangkan dan menyempurnakan SPPA, baik dari sisi fitur, produk maupun user experience untuk memastikan bahwa tujuan diadakannya SPPA yaitu untuk memperluas cakupan efek bersifat utang dan sukuk yang diperdagangkan, serta untuk meningkatkan transparansi pembentukan harga dan likuiditas perdagangan efek bersifat utang dan sukuk, dapat dicapai.
Baca juga: OJK terbitkan aturan efek bersifat utang dan sukuk berkelanjutan
Baca juga: BEI targetkan transaksi harian EBUS melalui SPPA Rp1,2 triliun
Baca juga: BEI perkenalkan platform perdagangan efek bersifat utang dan sukuk
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023