New York (ANTARA News) - Harga minyak global naik moderat pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah data ekonomi AS yang positif mendukung harapan pertumbuhan lebih kuat di ekonomi terbesar dunia itu.
Reli kecil terjadi karena para pedagang menunggu laporan mingguan pemerintah AS tentang persediaan minyak bumi nasional pada Rabu waktu setempat, lapor AFP.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan Agustus, berakhir pada 95,32 dolar AS per barel, naik 14 sen dari tingkat penutupan Rabu.
Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik 10 sen menjadi menetap di 101,26 dolar AS per barel.
Indikator-indikator AS yang positif menunjukkan perbaikan: Pesanan barang tahan lama naik lebih baik dari yang diperkirakan sebesar 3,6 persen pada Mei. Dalam pemulihan sektor perumahan, penjualan rumah baru pada Mei meningkat di laju tercepat sejak Juli 2008.
Selain itu, kepercayaan konsumen melonjak ke tertinggi lima tahun pada Juni, jauh di atas ekspektasi analis, lembaga riset swasta Conference Board melaporkan.
Sementara data membantu mendukung harga minyak mentah, juga mengangkat dolar, yang pada gilirannya "menambah beberapa tekanan terhadap WTI," kata David Bouckhout dari TD Securities.
Dolar naik 0,2 persen terhadap euro dalam perdagangan sore. Dolar yang lebih kuat cenderung membebani minyak yang dihargakan dalam dolar sehingga tidak menarik bagi para pembeli yang menggunakan mata uang lemah.
Bouckhout mengatakan pasar bergerak menyamping tanpa sungguh-sungguh dan tren yang jelas karena para pedagang "berhati-hati" sebelum angka pasokan AS diumumkan pada Rabu.
Pedagang mengantisipasi penurunan 2,0 juta barel pada minyak mentah, diimbangi oleh kenaikan 1,0 juta barel dalam destilasi (sulingan) termasuk bahan bakar diesel dan pemanas, serta 1,0 juta barel dalam bensin, kata Timothy Evans dari Citi Futures.
"Harga minyak mentah sedang berupaya untuk mendapatkan momentum signifikan namun hanya berhasil naik dari posisi terendah beberapa pekan karena kekhawatiran likuiditas dan data PMI yang lebih lemah di China yang dirilis pekan lalu terus membebani prospek permintaan global," kata analis Sucden, Kash Kamal.
(A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013