Jakarta (ANTARA) - Aghdam, yang masuk wilayah administratif Republik Azerbaijan, mengalami kehancuran total dan sering disebut sebagai "Hiroshima Kaukasus".
Kehancuran Aghdam, seperti yang dialami Hiroshima dan Nagasaki, dua kota di Jepang, yang luluh lantak dibom atom oleh Amerika Serikat pada Agustus 1945, saat tahap akhir Perang Dunia II.
Kini Republik Azerbaijan, yang adalah sebuah negara di Kaukasus di persimpangan Eropa dan Asia Barat Daya, membangun Aghdam kembali dan akan menyambut penghuni pertamanya pada tahun 2025. Saat ini, pekerjaan restorasi dan rekonstruksi sedang dilakukan di Aghdam, infrastruktur baru sedang dibangun, dan kota ini sedang bangkit kembali.
Aghdam yang berpenduduk sekitar 163.000 jiwa (1963) adalah wilayah Azerbaijan yang terletak di lereng timur laut Rantai Pegunungan Karabakh, di bagian barat daya Dataran Rendah Kura-Araxes, dan dianggap sebagai jantung dan jiwa Karabakh.
Pada 20 November, Azerbaijan memperingati pembebasan Aghdam dari pendudukan Angkatan Bersenjata Armenia.
Berdasarkan berbagai literatur dan ditinjau dari sejarahnya, kota itu didirikan pada abad ke-18, dan diberi nama Aghdam, yang berarti "Atap Putih", oleh penguasa Karabakh, Panah Ali Khan, yang makam dan bentengnya juga terletak di wilayah itu.
Angkatan Bersenjata Armenia menduduki Aghdam pada 23 Juli 1993. Sebagai hasil dari agresi militer tersebut, kota itu dan 89 desa dihancurkan dan diratakan dengan tanah, 6.000 orang terbunuh, 3.531 orang menjadi cacat, dan 1.871 anak menjadi yatim piatu. Ribuan orang menjadi cacat fisik, lebih dari 126.000 (1993) warga Aghdam mengungsi dari tanah kelahiran mereka.
Sebagian besar dari banyak monumen bersejarah yang terletak di wilayah pendudukan dihancurkan, diubah penampilannya secara artifisial, dan menjadi sasaran penggalian arkeologi ilegal. Di antaranya adalah permukiman Uzerliktepe dekat Kota Aghdam bertanggal milenium ke-2 SM, kuil abad ke-6, serta makam dan monumen batu abad ke-14 di Desa Kangarli, makam Gutlu Sary Musaoghlu bertanggal 1314 di Desa Khachyndarband, peninggalan kekhalifahan Karabakh yang berasal dari abad ke-18 hingga ke-19: Benteng Shahbulag, istana dan kubah pemakaman dinasti khan dan lainnya.
Masjid Juma, sebuah monumen arsitektur dan religius kuno di pusat Kota Aghdam juga mengalami serangan biadab; menara masjid rusak parah, langit-langitnya hancur, dan prasasti di dindingnya terhapus sama sekali. Orang-orang Armenia menggunakan masjid ini sebagai kandang kuda.
Istana Panah Ali Khan menjadi reruntuhan, sementara makam Khan dan anggota keluarganya, yang terletak di dalam area benteng, juga dihancurkan. Akibat pendudukan, Aghdam hampir musnah dari Bumi.
Sebelum pendudukan, Aghdam dianggap sebagai pusat komersial di seluruh wilayah. Sekitar 145 monumen bersejarah dan budaya terdaftar di Aghdam dan tidak satupun dari mereka yang selamat selama pendudukan.
Aghdam terkenal dengan Museum Roti yang dibangun pada zaman Soviet, serta kedai teh yang populer, yang dibangun oleh ilmuwan terkenal Khudu Mammadov. Museum Roti berfungsi dari tahun 1983 hingga 1993 dan menyimpan banyak pameran unik dari periode kuno dan abad pertengahan, di antaranya adalah sampel fosil sereal gandum kuno, banyak buku berharga, dan manuskrip tentang pertanian, alat pertanian kuno, dan lain-lain. Di antara pameran yang paling berharga adalah sampel roti yang dibawa dari Leningrad dan Stalingrad yang dikepung selama Perang Dunia II.
Aghdam juga terkenal sebagai tempat pengembangbiakan kuda Karabakh yang terkenal di dunia. Pejantan pembibitan kuda ini mulai berfungsi pada 1949, berkembang pada 1960-an seiring dengan pertumbuhan pertanian dan minat pada pacuan kuda, dan berkembang lebih pesat dari 1970-an hingga Perang Karabakh. Kuda-kuda Karabakh diarak dalam pameran dan kompetisi Soviet dan pada 1956, pemerintah Soviet menghadiahkan seekor kuda Karabakh bernama Zaman kepada Ratu Elizabeth II, dari Inggris, yang dikembangbiakkan di peternakan di Aghdam.
Resolusi DK PBB
Pada 29 Juli 1993, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi No. 853, yang menuntut "Penarikan pasukan pendudukan dari Distrik Aghdam dan semua wilayah lain yang baru-baru ini diduduki Republik Azerbaijan dengan segera, lengkap, dan tanpa syarat." Namun, Armenia mengelak untuk memenuhi kewajibannya.
Penarikan Angkatan Bersenjata Armenia yang menduduki Aghdam dimungkinkan karena kepemimpinan politik dan keterampilan memimpin Presiden Azerbaijan, Panglima Tertinggi Ilham Aliyev, dan operasi militer yang sukses dari Angkatan Darat Azerbaijan dalam Perang Patriotik 44 hari. Pada 8 November, Azerbaijan merayakan Hari Kemenangan sebagai hasil dari Perang Patriotik untuk pembebasan wilayah bersejarah dari pendudukan Armenia.
Perang Patriotik yang dimulai pada 27 September 2020 sebagai tanggapan atas provokasi dan agresi militer lebih lanjut dari Armenia, Azerbaijan membebaskan tanahnya dari pendudukan, dan sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB terkait, serta berbagai keputusan dan resolusi organisasi internasional lainnya, integritas teritorial Azerbaijan di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional dipastikan, dan hak sekitar satu juta pengungsi Azerbaijan untuk tinggal di rumah mereka telah dipulihkan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Ilham Aliyev, tentara Azerbaijan membebaskan lebih 300 permukiman, termasuk kota-kota Jabrayil, Fuzul, Zangilan, Gubadi, dan juga Shusha yang merupakan tempat khusus dalam sejarah dan kebudayaan rakyat Azerbaijan. Pada 8 November, Shusha, ibu kota kebudayaan Azerbaijan, dibebaskan.
Pernyataan tiga pihak yang ditandatangani oleh para pemimpin Azerbaijan, Rusia, dan Armenia pada 10 November 2020 telah mengakhiri operasi militer dan Armenia yang mengakui kekalahannya, menarik pasukan dari kawasan Kalbajar, Aghdam dan Lacin. Menurut paragraf kedua pernyataan tersebut, Distrik Aghdam dikembalikan ke Azerbaijan pada 20 November 2020.
Dengan demikian, Aghdam yang berada di bawah pendudukan selama 27 tahun telah dibebaskan dari penjajah. Pada hari yang sama, unit-unit Angkatan Darat Azerbaijan memasuki distrik tersebut dan mengibarkan bendera Azerbaijan di sana. Hari Kemenangan telah ditetapkan berdasarkan dekrit Presiden Ilham Aliyev pada Desember 2020.
*) Mohammad Anthoni adalah wartawan LKBN Antara tahun 1998-2018 dan pengamat hubungan internasional
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023