Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah pada Selasa sore kembali bergerak di area negatif namun cenderung stabil di posisi Rp9.935 per dolar AS.
Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore bergerak melemah sebesar 10 poin menjadi Rp9.935 dibanding posisi sebelumnya Rp9.925 per dolar AS.
"Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dipersepsikan meringankan beban anggaran negara yang diharapkan dapat meningkatkan belanja pemerintah di bidang infrastruktur dan lainnya," kata Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada di Jakarta, Selasa.
Meski demikian, lanjut dia, data manufaktur China yang mengalami perlambatan menahan sentimen positif dari domestik.
"Sentimen negatif eksternal cukup kuat sehingga masih menekan kurs rupiah," kata dia.
Ia menambahkan kenaikan tajam tingkat suku bunga antar bank di China juga mendorong krisis likuiditas perbankan di negara itu.
"Mata uang Asia cenderung terimbas dari kondisi itu," kata dia.
Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menambahkan tekanan jual dari pasar obligasi terus meningkat membuat tekanan di pasar rupiah.
Ia mengatakan aksi jual itu terjadi di sepanjang Juni dengan total penjualan sudah mencapai Rp17,28 triliun atau setara dengan dua miliar dolar AS.
Menurut dia, BI sebagai pembeli di pasar SBN menjadi penyanggah dari aksi jual asing itu. Namun, kebijakan BI belum sepenuhnya dapat menghentikan aksi jual asing karena sentimen investor global saat ini cenderung negatif.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Selasa ini, tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp9.948 dibanding sebelumnya (24/6) di posisi Rp9.948 per dolar AS.
(KR-ZMF/R010)
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013