Echidna Paruh Panjang Attenborough adalah spesies mamalia monotremata - mamalia yang bertelur - dan berevolusi dari mamalia berplasenta dan berkantung lebih dari 200 juta tahun yang lalu
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan Echidna Paruh Panjang Attenborough telah dinyatakan hilang selama 62 tahun dan ditemukan kembali di Pegunungan Cyclops, Papua.

"Echidna Paruh Panjang Attenborough adalah spesies mamalia monotremata - mamalia yang bertelur - dan berevolusi dari mamalia berplasenta dan berkantung lebih dari 200 juta tahun yang lalu," kata Periset Biosistematika dan Evolusi BRIN Nurul Inayah dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Penemuan spesies mamalia yang dikhawatirkan punah itu ditemukan dalam kegiatan training biodiversity antara BRIN, BKSDA Papua, Universitas Cenderawasih, dan Universitas Oxford pada Juni dan Juli 2023.

Saat ini terdapat lima spesies monotremata di dunia yang masih hidup, yaitu Platipus paruh bebek (Ornithorhyncus anatinus), Echidna Paruh Pendek (Tachyglossus aculeatus), Echidna Paruh Panjang Timur (Zaglossus bartoni), Echidna Paruh Panjang Barat (Zaglossus bruijnii), dan Echidna Paruh Panjang Attenborough (Zaglossus attenboroughi).



Spesies monotremata memiliki keunikan di antara mamalia lainnya karena memiliki kloaka, tidak memiliki puting susu, dan bertelur.

Meskipun perbedaan morfologi yang menentukan monotremata sudah diketahui, banyak aspek biologinya yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan hewan nokturnal itu mendiami daerah terpencil dan hidup di liang, terutama untuk Echidna Paruh Panjang.

Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati BRIN Amir Hamidy menyatakan status keterancaman global Echidna Paruh Panjang Attenborough menurut Daftar Merah IUCN adalah kategori kritis.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, hanya dua spesies mamalia monotremata yang masuk sebagai jenis dilindungi di Indonesia, yaitu Tachyglossus aculeatus dan Zaglossus bruijni.

"Status konservasi Echidna Paruh Panjang Attenborough itu juga perlu dievaluasi dan bisa dimungkinkan untuk diusulkan menjadi jenis yang dilindungi," kata Amir.

Temuan kembali Echidna Paruh Panjang Attenborough didapatkan dari video kamera jebakan yang dipasang di Pegunungan Cyclops, Papua.



Salah satu peneliti dari Universitas Oxford bernama James Kempton mengatakan keabsahan penemuan itu telah diperkuat oleh pernyataan dua ahli mamalia Australasia terkemuka dunia, yaitu Kris Helgen dan Tim Flannery.

Kedua pakar tersebut sepakat menyatakan penampakan mamalia berukuran 48-64 sentimeter dengan berat 4-9 kilogram yang tertangkap kamera jebakan adalah Echidna Paruh Panjang Attenborough.



Penampakan spesies endemik Papua itu pertama kali diidentifikasi oleh Pieter van Royen, seorang ahli botani Belanda di Gunung Rara Pegunungan Cyclops Papua pada tahun 1961.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023