Dengan pengendalian penggunaannya, air tanah ini masih memiliki fungsi untuk menjaga lingkungan seperti mencegah terjadinya penurunan tanah atau amblesan tanah dan intrusi air laut
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengoptimalkan pengendalian penggunaan air tanah sebagai upaya menjaga sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah, yang mana regulasi tersebut bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan.
"Dengan pengendalian penggunaannya, air tanah ini masih memiliki fungsi untuk menjaga lingkungan seperti mencegah terjadinya penurunan tanah atau amblesan tanah dan intrusi air laut," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menurut Wafid, upaya pengendalian air tanah harus dilakukan, sehingga memungkinkan terjadinya proses pemulihan muka air tanah dan pelandaian laju penurunan muka tanah.
"Kedua hal tersebut merupakan indikasi keberhasilan pengelolaan air tanah," jelasnya.
Ia mencontohkan pada cekungan air tanah di Jakarta telah dilakukan upaya pemantauan air tanah dan penurunan tanah sejak 2014 melalui pendirian Balai Konservasi Air Tanah (BKAT), yang merupakan UPT di bawah Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika dan kimia air tanah.
Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Wafid menuturkan pengukuran selama periode 2015-2022 di wilayah cekungan air tanah di Jakarta tersebut menunjukkan laju penurunan tanah antara 0,04 hingga 6,30 cm per tahun.
Hal itu menunjukkan adanya pelandaian penurunan tanah dibandingkan pada 1997 hingga 2005, yang mana laju penurunan tanah antara 1-10 cm per tahun hingga 15-20 cm per tahun.
"Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah, Jakarta Utara," imbuhnya.
Pengendalian penggunaan air tanah adalah salah satu yang mendasari lahirnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 itu.
Namun, Wafid kembali menegaskan bahwa masyarakat (rumah tangga), yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan.
"Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin (penggunaan air tanah), karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya atau jauh di bawah 100 m3 per bulan. Air sebanyak 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter," katanya.
Baca juga: ESDM: Perizinan upaya pengendalian air tanah secara berkeadilan
Baca juga: Pakar: Pemerintah harus jamin ketersediaan air bila beralih ke PAM
Baca juga: Kemen-ESDM: Penegakan hukum sektor ESDM dengan pembentukan satgas
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023