Banda Aceh (ANTARA) - Organisasi Pers Aceh mengecam tindakan pengawal Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga melakukan intimidasi kepada dua jurnalis televisi di Aceh saat melakukan peliputan kegiatan pimpinan antirasuah tersebut.

"Kami mengecam keras tindakan intimidasi oleh pengawal Firli terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugasnya, apalagi ini di ruang publik," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh Juliaman, di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan sikap organisasi pers yakni disampaikan bersama oleh para Ketua AJI Banda Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di kantor AJI Banda Aceh.

Sebelumnya, dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Ketua KPK Firli Bahuri saat meliput pertemuan Firli bersama Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh di warung Sekretariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh, Kamis (9/11) malam.

Keduanya adalah Raja Umar wartawan Kompas TV dan Kompas.com, dan pewarta Puja TV (TV lokal Aceh) Lala Nurmala. Saat itu, Firli bersama JMSI sedang ngopi dan makan durian di Sekber wartawan.

"Intimidasi tersebut dilakukan seorang yang mengaku polisi menggunakan pakaian bebas, dan saat itu mengawal kegiatan Firli di Aceh. Yaitu berupa pemaksaan penghapusan foto dan video yang telah diambil oleh kedua jurnalis ini," ujar Juliamin.

Sementara itu, Ketua IJTI Aceh Munir Noer menyatakan bahwa pemaksaan penghapusan foto dan video tersebut merupakan salah satu upaya penghalangan kerja-kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1.

"Seharusnya, kepolisian memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Tetapi ini dilakukan upaya penghalangan," kata Munir.

Ketua PWI Aceh Nasir Nurdin menuturkan, kejadian ini kembali mengingatkan bahwa masih banyak anggota kepolisian yang belum memahami kerja-kerja jurnalistik di lapangan.

Apalagi, wartawan tersebut juga sudah menjalankan kerja-kerja sesuai kode etik jurnalistik. Mereka menggunakan ID card media dan juga telah memperkenalkan diri sebelum peliputan.

"Tidak boleh ada larangan bagi jurnalis melakukan peliputan, apalagi di tempat umum, dan peristiwa ini juga terjadi di markas wartawan (Sekber)," kata Nasir.

Maka dari itu, lanjut Nasir, organisasi pers di Aceh mengecam keras dan meminta Mabes Polri dan Polda Aceh untuk mengusut dugaan intimidasi terhadap wartawan tersebut.

"Kita minta kasus ini diusut, karena tidak ada yang berhak untuk melarang jurnalis melakukan peliputan di tempat publik," demikian Nasir Nurdin.

Sementara itu, JMSI Aceh menyatakan bahwa Ketua KPK RI ngopi dan makan durian bersama pihaknya merupakan agenda organisasi, tidak dalam kerangka memberikan keterangan pers atau hal lainnya.

Bahwa kemudian, sehubungan tempat warung kopi itu merupakan tempat berkumpulnya para jurnalis, beberapa wartawan yang mengetahui Firli Bahuri sedang ngopi dan makan durian di Warkop Sekber langsung mendatangi warkop sekber untuk mewawancarai Firli Bahuri.

Terkait dengan pemberitaan adanya intimidasi dari pengawal Firli kepada jurnalis Kompas TV, mereka membantahnya.

"Dapat kami sampaikan bahwa hal tersebut tidak benar, dan itu di luar konteks JMSI Aceh sebagai panitia," kata Ketua JMSI Aceh Hendro Saky.

Terkait kesalahpahaman di lapangan dengan pihak pengawalan Firli Bahuri, lanjut Hendro, itu sama sekali bukan kehendak atau perintah Firli Bahuri, melainkan hanya dinamika dan teknis wartawan dalam meliput pemberitaan, bukan sesuatu hal yang disengaja.

"Kami menyesalkan adanya framing negatif terkait dengan pemberitaan ngopi JMSI Aceh dan Ketua KPK RI Firli Bahuri. Apalagi yang hadir dan ngopi bersama Firli juga merupakan wartawan anggota JMSI Aceh," ujar Hendro Saky.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023