Ankara (ANTARA) - Pusat pariwisata utama Turki, Antalya, merasakan dampak dari konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung di Gaza, dan para pelaku industri mengungkapkan kekhawatiran akan dampak dari konflik tersebut.
Para pelaku industri wisata di Turki khawatir bahwa konflik itu dapat menyebar ke negara-negara regional lainnya dan kemudian mempengaruhi industri-industri pilar.
Antalya di Turki selatan, yang memiliki ratusan resor di sepanjang pesisir Mediterania, menerima jutaan wisatawan mancanegara (wisman) setiap tahunnya.
Namun, sekitar setengah juta wisatawan Israel, Yordania, dan Lebanon telah membatalkan perjalanan mereka ke Antalya akibat krisis di Gaza, seperti diungkapkan Murat Toktas, Wakil Presiden Federasi Pengusaha Perhotelan Turki, kepada Xinhua.
Toktas mengatakan bahwa dia tidak terlalu mengkhawatirkan hilangnya wisatawan dari Timur Tengah, namun lebih kepada efek penularannya ke negara-negara Eropa, yang menjadi sumber sebagian besar wisman yang berkunjung ke Turki.
"Orang-orang gelisah dengan konflik yang berkecamuk di dekat Turki ... Hal ini menyebabkan para calon pelancong menunggu dan melihat perkembangan situasinya, oleh karena itu pemesanan awal mengalami stagnasi," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa konflik Gaza "akan berdampak negatif pada musim berikutnya."
Ketika berbicara dengan kantor berita Turki -- Anadolu pada Minggu (5/11), Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Turki Mehmet Nuri Ersoy juga mengonfirmasi adanya penurunan, yang menurut dia, "disebabkan oleh lokasi geografis Turki."
Esra Demir, seorang agen perjalanan yang berbasis di Ankara, sependapat dengan pernyataan tersebut, yang mengatakan bahwa Turki pasti akan terdampak oleh konflik regional yang berkepanjangan, "meskipun Turki berjarak ratusan kilometer dari zona konflik."
Dia mengungkapkan bahwa beberapa reservasi untuk resor Antalya pada Maret dan April mendatang telah dibatalkan akibat krisis Gaza, sementara pemesanan awal juga melambat.
Wisatawan yang mencari matahari musim dingin mungkin ragu untuk melakukan perjalanan ke negara-negara yang secara geografis dekat dengan konflik tersebut karena mereka berpikir "konflik itu terjadi di dekat Turki."
Untuk menggenjot pariwisata, Turki akan meluncurkan kampanye pemesanan baru pada Desember guna menarik para wisatawan ke berbagai destinasi yang berbeda, seperti diumumkan oleh Presiden Asosiasi Agen Perjalanan Turki Firuz Baglikaya pada pekan lalu.
Menurut data yang dirilis oleh Institut Statistik Turki pada 31 Oktober, negara itu telah meraup pendapatan pariwisata sebesar 41,9 miliar dolar Amerika Serikat dalam sembilan bulan pertama 2023.
Negara itu menargetkan menghasilkan omzet pariwisata sebesar 56 miliar dolar AS sepanjang tahun ini, sebuah target yang mungkin dapat dicapai meskipun ada hambatan geopolitik, ungkap Toktas.
Pewarta: Xinhua
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023