Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN) Muh. Farozin menyatakan untuk mengatasi permasalahan perundungan pada siswa dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak mulai dari guru bimbingan dan konseling (BK), kepala sekolah, keluarga, hingga siswa itu sendiri.
“Penanganan perilaku bermasalah berupa pelanggaran disiplin termasuk perundungan merupakan tanggung jawab umum sekolah dan tidak hanya merupakan tanggung jawab khusus guru BK,” katanya dalam RDPU bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu.
Farozin mengatakan guru BK pada dasarnya telah dibekali kapasitas untuk mendeteksi dini perundungan dan dapat memitigasi problematika perilaku maladaptif yang dialami oleh siswa baik secara individual maupun dalam relasi sosial sehari-hari.
Ia menjelaskan guru BK biasanya secara simultan tidak hanya melakukan konseling individual, namun juga pendekatan konsumtif dan home visit kepada pihak keluarga maupun orang-orang terdekat untuk mendapat gambaran utuh tentang permasalahan peserta didik.
Baca juga: Kementerian PPPA sosialisasi cegah perundungan di sekolah
Baca juga: KemenPPPA: Korban "bully" anak SD masih pemulihan di RS pasca-amputasi
Di sisi lain, ia menegaskan penanganan perilaku bermasalah berupa pelanggaran disiplin termasuk perundungan merupakan tanggung jawab umum sekolah dan tidak hanya merupakan tanggung jawab khusus guru BK.
Fungsi dan wewenang guru BK lebih difokuskan pada pendampingan psikologis serta memberikan layanan bimbingan konseling dan memberikan rekomendasi kepada wakil kepala sekolah bidang kesiswaan hingga kepala sekolah sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban sekolah.
Terlebih, konteks tugas guru BK adalah layanan yang berbasis skenario konselor-konseling dan berbeda dengan konteks guru mata pelajaran yang lebih fokus pada pembelajaran yang mendidik melalui kata pelajaran dengan skenario guru.
Oleh sebab itu, Farozin ingin semua pihak menyadari adanya tanggung jawab bersama untuk mengatasi perundungan karena setiap pihak memiliki tugas dan fungsi masing-masing.
Ia pun ingin pemerintah menyiapkan atau menata ulang regulasi untuk menegaskan adanya tanggung jawab keluarga dan sekolah secara utuh dalam mengatasi perilaku bermasalah siswa terutama yang menyangkut perundungan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menegaskan pihaknya sangat serius dalam menangani segala bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan melalui penerbitan peraturan hingga kolaborasi bersama berbagai stakeholder.
Data kekerasan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang sejalan dengan hasil Asesmen Nasional menunjukkan bahwa sebanyak 20 persen sampai 30 persen anak-anak Indonesia mengalami kekerasan dan rawan kekerasan termasuk perundungan.
Kemendikbudristek sejak 2021 telah menangani 127 berbagai kasus kekerasan di lingkungan sekolah dengan 52 kasus di antaranya mengenai perundungan sebanyak 32 kasus di tingkat SMP, SMA, dan SMK serta 20 kasus di tingkat SD.
“Kami menyadari ini suatu masalah besar di lingkungan pendidikan kita. Kami sangat serius dalam memitigasi risiko dari kekerasan dalam segala bentuk di seluruh satuan pendidikan,” kata Nadiem.*
Baca juga: FSGI dorong setiap sekolah bentuk Tim PPK cegah kekerasan anak
Baca juga: RI tegaskan program roots baik buat cegah perundungan anak sekolah
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023